TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari pusat studi konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai tindakan Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, yang diduga mengirimkan memo untuk menitipkan familinya kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono, merupakan tindakan melanggar hukum pidana. Alasannya, perbuatan itu merupakan penyalahgunaan wewenang.
"Kalau sudah pidana, pasti misdemeanor, perbuatan tercela. Pelanggaran etik memang belum tentu pidana, tapi kalau pelanggaran pidana, sudah pasti tersangkut pelanggaran etik," kata Feri saat dihubungi pada Selasa, 18 Januari 2016.
BACA: Ketua MK Diduga Tulis Memo Katebelece ke Kejaksaan
Menurut Feri, Arief dapat dikenai dengan Pasal 418 dan Pasal 419 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penyalahgunaan Jabatan. "Dan ingat juga Pasal 52, apabila pejabat publik yang melakukan, hukumannya dapat ditambah sepertiga dari apa yang telah diputuskan kepada pelaku," ujarnya.
Sebelumnya, beredar memo yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono, yang saat itu menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, yang diduga dikirimkan oleh Ketua MK Arief Hidayat. Dalam memo itu, si penulis meminta Widyo untuk memperlakukan secara khusus familinya yang bernama M. Zainur Rochman, Kepala Seksi Perdata di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur. “Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak,” tulisnya.
BACA: Ini Isi Memo Katelebece yang Diduga Ditulis Ketua MK
Setelah mengucapkan terima kasih, si penulis pun membubuhkan paraf dan menuliskan namanya di bawah tanda tangan: Arief Hidayat. Nama Arief juga tercantum pada kartu nama yang dilampirkan pada bagian atas memo. Nama yang tertulis adalah Prof Dr Arief Hidayat SH MS dengan jabatan chief justice.
Arief Hidayat menyanggah telah menitipkan kerabatnya kepada Widyo. “Saya sama sekali tidak pernah melakukan itu,” kata Arief di kantornya, Rabu, 30 Desember 2015. “Memo yang beredar itu sama sekali tidak benar. Bukan saya yang melakukannya.”
ANGELINA ANJAR SAWITRI | REZA ADITYA