TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti mengatakan revisi Undang-undang Antiterorisme perlu dilakukan untuk mendukung kerja lembaganya. Dia mengakui penindakan terhadap pelaku teror selama ini terhambat regulasi.
Badrodin mencontohkan, seorang yang pernah menjadi anggota kelompok teroris di Suriah tak akan bisa dijerat hukum saat kembali ke Indonesia. "Kalau tidak ada tindak pidana di sini, ya tidak bisa diproses hukum," kata Badrodin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Topik Terkait:
Revisi UU Antiterorisme
Baca Juga:
Padahal di negara lain seperti Malaysia, warga negara yang menyimpan bendera negara Islam atau Islamic State pun bisa dipidana. "Di Indonesia, bawa bendera IS tidak bisa diproses hukum."
Walaupun begitu, Badrodin mengaku kepolisian terus memantau warga negara yang baru pulang dari negara konflik, seperti Suriah. Kalaupun ada penangkapan terhadap para anggota IS dari Suriah, biasanya mereka hanya dijerat dengan kasus pidana umum, seperti pemalsuan surat. Bahkan, kata dia, jika tak ada penguatan undang-undang, deklarasi atau dukungan terhadap IS pun tak bisa dipidana.
Pemerintah berencana mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Salah satu poin yang akan diajukan dalam revisi undang-undang itu ialah kewenangan aparat keamanan untuk menangkap seseorang yang memiliki indikasi kuat sebagai teroris.
FAIZ NASHRILLAH