TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Pakpak Bharat Bonar Sirait berencana melaporkan gratifikasi yang diterimanya dari sejumlah anak buahnya, pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mundur pekan lalu. Dia berencana terbang ke Jakarta untuk melaporkannya sendiri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu atau Kamis besok. “Ada pemberian gratifikasi dari pejabat SKPD kemarin, “ ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin, 18 Januari 2016.
Bonar pun menyebutkan alasan dia mengembalikan gratifikasi tersebut. “Karena saya merasa nggak nyaman dan merasa ini nggak baik, jadi saya mau laporkan,” ucapnya. Dia mengatakan pemberian tersebut diterimanya pada waktu Natal dan tahun baru 2016. “Ada gratifikasi bukan parcel, tapi sejumlah uang tunai,” kata dia. Tapi, Bonar enggan menyampaikan berapa jumlah uang tunai tersebut. Dia mengaku telah melaporkannya terlebih dahulu melalui surat elektronik atau email.
Bonar mengatakan pemberian tersebut di antaranya berasal dari sejumlah pejabat SKPD yang mundur. Total ada 27 orang pejabat SKPD yang mengundurkan diri pekan lalu. “Ada 22 orang yang menandatangani langsung, lima orang tidak langsung,” katanya. Menurut Bonar, mereka mundur dengan alasan tidak nyaman. "Saya malah sangat berterima kasih mereka mundur. Ini menjadi peluang bagi saya supaya Satuan Kerja Perangkat Daerah Pakpak Bharat dapat bekerja lebih maksimal dengan keluarnya orang-orang yang malas dan tidak disiplin," kata Bonar saat dihubungi Ahad, 17 Januari 2016.
Bonar berujar, para pejabat SKPD yang mundur tidak bekerja secara maksimal. Hal itu, dia menduga, disebabkan karena Bonar hanya pejabat pelaksana tugas Bupati. "Mereka itu menganggap saya hanya sementara di sini. Jadi mereka itu disiplinnya kurang, tanggung jawabnya kurang," katanya. Sebaliknya, para pejabat yang mengundurkan diri itu merasa tidak lagi diperhatikan dan diayomi oleh Bupati Pakpak Bharat Bonar Sirait. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Pakpak Bharat Sahat Banurea contohnya, merasa tak dianggap oleh Bonar dalam pengambilan kebijakan.
Bonar membantah tudingan Sahat Banurea, yang menyatakan bahwa dia tidak pernah melibatkan Sahat dalam oengambilan kebijakan. "Kalau dikatakan dia nggak dilibatkan, salah besar itu," ujarnya. Menurut Bonar, Sahat tidak pernah menindaklanjuti beberapa surat yang dia rekomendasikan, khususnya mengenai pengangkatan pejabat struktural yang baru. Dia menginginkan agar jabatan-jabatan struktural yang saat ini kosong diaktifkan kembali. "Ini saya selalu terbentur," tuturnya.
Contohnya, kata Bonar, saat dia ingin melantik 19 pejabat struktural yang direkomendasikan oleh Kementerian Dalam Negeri, Sekretaris Daerah dan asisten pribadinya yang mempersiapkan pelantikan itu. "Yang hadir hanya 10 orang. Dia dipanggil-panggil nggak pernah datang. Sampai kami ke ruangannya pun nggak ada orang. Apakah saya harus menunggu terus?" ujar Bonar. Kekecewaan Bonar semakin bertambah ketika saat pelantikan, Sahat tak muncul. Para personal BKD yang lain pun, menurut Bonar, tak datang. Padahal, menurut dia, Sekda sudah mengirimkan pemberitahuan kepada Sahat untuk menyiapkan pelantikan itu. "Ini serba sulit. Dia sengaja, kalau ini tidak aktif, saya kesulitan," katanya.
Selain Sahat, kata Bonar, ada beberapa pejabat eselon II lainnya yang juga mundur, seperti Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah dan Inspektur Pengawasan Daerah. Mereka pun, menurut Bonar, tidak hadir dalam pelantikan yang berlangsung pada 15 Januari kemarin. "Rupanya, setelah pelantikan, mereka berbondong-bondong ke ruangan saya menyampaikan surat pengunduran diri. Mereka tidak nyaman, katanya. Oke, saya terima berkasnya," tutur Bonar.
GHOIDA RAHMAH