TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera menyatakan sikap politikus Fahri Hamzah, yang membentak penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjelang penggeledahan ruang kerja anggota DPR, bukan sebagai kader partai, melainkan sebagai pimpinan DPR.
"Yang dilakukan Pak Fahri itu mewakili pimpinan DPR. Saat itu, Pak Fahri kan pimpinan yang sedang piket sehingga wajar kalau dia menindaklanjuti itu. Ini bukan soal fraksi," kata Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PKS Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Menurut Mahfudz, sah saja masyarakat memandang tindakan Fahri memperburuk citra PKS. Tapi, menurut dia, justru aneh pimpinan DPR tak bereaksi ketika terjadi tindakan yang dianggap salah terjadi di DPR. "Kebetulan Pak Fahri yang sedang bertugas," ujarnya. "Kalau orang memandang dari sudut yang berbeda, bisa saja."
Fahri Hamzah dan sejumlah politikus PKS, pada 15 Januari lalu, terlibat ketegangan saat petugas KPK hendak menggeledah ruangan Yudhi Widiana, anggota Fraksi PKS yang juga Wakil Ketua Komisi V. Sekitar 10 petugas KPK yang dikawal delapan polisi dilarang masuk ruangan Yudhi. Penggeledahan di ruangan Yudhi dilakukan karena KPK menduga ada keterkaitan Yudi dengan dugaan korupsi proyek yang menjerat Damayanti Wisnu Putranti, anggota Komisi V DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah dokumen terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Anggota Fraksi PKS, Nasir Jamil, mengatakan penyidik akan membuatkan berita acara penyitaan barang-barang Yudhi. "Mereka datang mengambil dokumen APBN dan komputer Pak Yudhi," tuturnya saat dihubungi, Jumat, 15 Januari 2016.
Mahfudz, sebelumnya, telah menegaskan sikapnya di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 16 Januari 2016. Ketika itu, ia menyatakan tindakan Fahri bukan untuk melindungi anggota tersebut. "Beliau mendatangi lantai tiga dan lantai enam karena sedang piket pimpinan, dapat informasi KPK menggeledah bawa aparat Brimob bersenjata laras panjang," ujarnya kala itu.
Ia mencontohkan kedatangan Kepala Polri dan Panglima TNI untuk mengikuti rapat bersama DPR. Mereka bisa membawa tim pengaman dan ajudan, tapi tak ada satu pun yang memasuki gedung DPR membawa senjata lengkap. "Ini mau kejar teroris atau apa?"
Mahfudz menganggap ada beberapa kesalahan prosedur lain dari KPK, seperti penulisan surat perintah penggeledahan yang tertulis untuk Damayanti dan kawan-kawan. Bagi Mahfudz, arti “kawan-kawan” itu memiliki arti luas, karena Damayanti memiliki teman yang banyak. "Ini bisa melebar ke mana-mana," ucapnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI | DIKO OKTARA