TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso mengatakan instansinya sudah memberikan sinyal potensi serangan teroris sejak November 2015. Namun, ucap dia, serangan teroris memang sulit dideteksi.
"Serangan teroris tidak mengenal waktu, ruang, dan sasaran, sehingga sulit dideteksi," ujar Sutiyoso di kantornya, Jumat, 15 Januari 2016. Kesulitan tersebut, tutur Sutiyoso, tidak hanya dialami Indonesia, tapi juga sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Prancis, Thailand, dan Turki.
Pernyataan ini menanggapi sejumlah pandangan yang menyebutkan BIN kecolongan atas ledakan bom di pos polisi depan gedung Sarinah dan depan Starbucks, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis kemarin.
Sutiyoso menjelaskan, sinyal potensi serangan diberikan menyusul kembalinya seratus kombatan ISIS asal Indonesia. BIN juga berkaca pada banyaknya jumlah narapidana terorisme yang sudah bebas, yaitu 423 orang. "Di Indonesia juga ada pelatihan yang dilakukan kelompok-kelompok radikal," katanya.
Menjelang Natal dan tahun baru lalu, BIN telah berbagi informasi melalui Komite Intelijen Daerah (Kominda) dan Komite Intelijen Pusat (Kominpus) terkait dengan ancaman teror. "BIN bahkan sudah menyampaikan kemungkinan serangan pada 9 Januari 2016, tapi tidak terjadi," ucap Sutiyoso.
Untuk itu, Sutiyoso meminta warga membantu memberikan informasi jika mencurigai adanya teroris. Sebab, ujar dia, serangan teroris tak mengenal tempat, waktu, dan sasaran. Sutiyoso mengimbau warga selalu waspada.
Ledakan bom pada Kamis kemarin menewaskan tujuh orang, lima di antaranya pelaku bom. Sedangkan korban lain adalah warga sipil yang mengalami luka akibat terkena serpihan bom dan tembakan, termasuk lima polisi.
VINDRY FLORENTIN
Intelijen Pantau 101 WNI Kelompok ISIS yang... oleh tempovideochannel