TEMPO.CO, Bandung- Mantan narapidana kasus kepemilikan bom dari kelompok Cibiru, Kota Bandung, Kurnia Widodo, mengatakan serangan teror di dekat pusat pertokoan Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Januari 2016, ada kemungkinan bermodal kecil. "Kalau saya lihat ledakannya, itu bom kelas menengah. Berbeda dengan bom di Bali, yang menggunakan TNT high explosive," ujarnya kepada Tempo di Bandung, Jumat, 15 Januari 2016. Ia mengatakan para pelaku teror tersebut, dalam melakukan aksinya, terlihat masih amatir. "Itu saya kira pelakunya semua masih junior."
Kurnia menduga para pelaku teror tersebut sebagian merupakan anggota pelatihan senjata di Aceh. "Sepertinya senjata-senjata yang dipakai merupakan sisa-sisa waktu dulu," katanya.
Kurnia merupakan mantan narapidana kasus kepemilikan bom dari kelompok Cibiru, Kota Bandung. Ia dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang pada 2011. Kurnia merupakan murid Aman Abdurahman saat di Bandung. Ia juga pernah satu sel dengan Sanikem alias Afif, terduga pelaku teror di Sarinah.
Sebelumnya, aksi teror terjadi di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, pada Kamis, 14 Januari 2016. Lima ledakan terjadi di halaman parkir Starbucks, pos polisi, dan perempatan Jalan Thamrin. Satu merupakan bom bunuh diri.
Polisi terlibat baku tembak dengan pelaku teror. Akibatnya, timbul 31 korban, tujuh di antaranya tewas dan sisanya luka-luka. Dari ketujuh orang meninggal tersebut, lima orang diduga sebagai pelaku peledakan bom dan penembakan. Dua lainnya adalah warga sipil, masing-masing satu orang warga negara Belanda dan warga Indonesia.
Hari ini, pemerintah Indonesia menyatakan situasi sudah terkendali. Meski begitu, pemerintah mengimbau masyarakat tetap waspada dan berhati-hati karena menghadapi teroris bukan suatu hal yang mudah.
IQBAL T LAZUARDI S