TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat panduan bagi guru dan orang tua dalam membicarakan kejahatan terorisme dengan siswa dan anak-anak.
Hal ini untuk memudahkan komunikasi dalam menjelaskan kejadian teror yang terjadi di Sarinah, Kamis, 14 Januari 2016. “Orang tua dan guru perlu membantu anak-anak mencerna dan menanggapi peristiwa teror ini,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan dalam pres rilis yang diterima Tempo, Kamis, 14 Januari 2016.
Panduan singkat itu terdiri atas dua bentuk. Pertama panduan untuk guru dalam berbicara dengan siswa tentang kejahatan terorisme. Kedua, panduan bagi orang tua untuk bicara terorisme dengan anaknya.
Bagi para guru, ada tujuh langkah yang bisa dilakukannya untuk menjelaskan peristiwa teror. Pertama, guru harus menyediakan waktu untuk bicara pada siswa tentang kejahatan terorisme. Maklum, siswa sering menjadikan guru tempat mencari informasi dan pemahaman tentang apa yang sedang terjadi.
Kedua, guru diminta untuk membahas secara singkat apa yang terjadi dengan memberikan fakta yang sudah terkonfirmasi. Guru dilarang membuka ruang terhadap rumor, isu, dan spekulasi.
Ketiga, guru diharapkan memberi kesempatan siswa untuk mengungkapkan perasaannya tentang tragedi atau kejahatan yang terjadi. Guru bisa membantu siswa menyatakan rasa duka terhadap para korban dan keluarga.
Selanjutnya, guru pun diminta bisa mengarahkan amarah kepada pelaku kejahatan, bukan pada identitas golongan tertentu yang didasarkan pada prasangka.
Kelima, guru diharapkan bisa mengembalikan rutinitas normal. Terorisme akan sukses apabila mereka berhasil mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan kehidupan kebangsaan kita. Lalu, guru bisa mengajak siswa berpikir positif. Ingatkan bahwa negara kita telah melewati banyak tragedi dan masalah dengan tegar, gotong-royong, semangat persatuan, dan saling menjaga.
Terakhir, guru juga bisa mengajak siswa berdiskusi dan mengapresiasi kerja para polisi, TNI, dan petugas kesehatan yang melindungi, melayani, dan membantu di masa tragedi. “Diskusikan lebih banyak tentang sisi kesigapan dan keberanian mereka daripada sisi kejahatan pelaku teror,” kata Anies.
Berikut adalah panduan komunikasi antara orang tua dan anak. Pertama, orang tua diminta mencari tahu apa yang anak pahami. Orang tua pun bisa membahas singkat tentang fakta kejadian yang terkonfirmasi. Ajak anak untuk menghindari isu dan spekulasi.
Orang tua disarankan menghindari anak-anak mendapat paparan terhadap televisi dan media sosial. Alasannya, media sering menampilkan gambar dan adegan mengerikan bagi kebanyakan anak, khususnya anak di bawah usia 12 tahun.
Selanjutnya, orang tua pun diminta untuk mengidentifikasi rasa takut anak yang mungkin berlebihan. Orang tua diminta memahami setiap anak dengan karakter mereka yang beragam. “Jelaskan bahwa kejahatan terorisme sangat jarang. Namun kewaspadaan bersama tetap perlu,” kata Anies.
Orang tua juga bisa membantu anak mengungkapkan perasaannya terhadap tragedi yang terjadi. Sama seperti antara guru dan murid, orang tua diminta mengarahkan amarah kepada pelaku kejahatan. Hindari prasangka pada identitas golongan tertentu yang didasarkan pada prasangka.
Menjalani kegiatan keluarga bersama untuk memberikan rasa aman dan nyaman, serta tidak tunduk pada tujuan teroris mengganggu kehidupan, pun bisa menjadi kegiatan yang bisa dilakukan. Kebersamaan dan komunikasi rutin sangat penting untuk mendukung anak.
Orang tua pun bisa mendiskusikan lebih banyak tentang sisi kesigapan dan keberanian para aparat daripada membicarakan tentang kejahatan pelaku teror.
MITRA TARIGAN