TEMPO.CO, Jakarta - Rahmad, 37 tahun, karyawan Bangkok Bank, tak pernah menyangka kakaknya yang bernama Raiskana, 40 tahun, menjadi korban teror Sarinah pada Kamis, 14 Januari 2016. "Saya lihat ada darah di kepalanya, tapi saya tidak bisa mendekat," tutur Rahmad kepada Tempo saat ditemui di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat.
Rahmad mengatakan penembakan terhadap saudara perempuannya berlangsung sangat cepat. Sesaat setelah ledakan pertama terjadi pukul 10.30 WIB, dia melihat beberapa orang melempar granat ke pos polisi di perempatan Sarinah.
Karena ingin tahu, Rahmad berlari mendekat. Di dekat pos polisi, Rahmad melihat ada tiga korban tergeletak. Tapi dia tak dapat memastikan, apakah mereka masih hidup atau tidak.
Ketika itu, sejumlah anggota kepolisian bertindak cepat, meminta warga menjauh dari lokasi ledakan. "Mundur, mundur semua, ada bom yang masih aktif," kata Rahmad menirukan polisi yang mengimbau warga.
Sepuluh menit setelah kejadian, warga berhamburan karena mendengar tembakan. Rahmad mengaku mendengar dua kali tembakan. Dari belakang kerumunan warga, ada sejumlah pria membawa senjata dan menembak warga yang berada di tengah kerumunan. Beberapa warga jadi korban.
Rahmad lalu mendekati satu korban penembakan, "Saya tak menyangka itu saudara saya," katanya. Sebelumnya, Rahmad mengaku melihat saudaranya itu, Raiskana, mencari makan siang.
Rahmad berusaha merangsek kerumunan untuk mendekati adiknya yang tergeletak di tengah perempatan. Hanya, Rahmad tak bisa mendekat lebih jauh karena polisi melarang warga mendekat. Setengah jam kemudian, ambulans datang membawa saudaranya ke Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Kondisi Raskiana saat ini sedang kritis. Tim medis melakukan operasi pengambilan peluru yang bersarang di kepalanya. Raiskana tertembak di bagian pelipis kanan.
AVIT HIDAYAT