TEMPO.CO, Jakarta - Abdul Hafid (67), terus mengutuk organisasi masyarakat Gerakan Fajar Nusantara. Imam Masjid Graha Jannah dan imam rawatib Kodim 1408/BS Makassar itu geram lantaran organisasi itu mengubah perilaku anaknya, Hasrini Hafid (32) yang kini menghilang.
Bagi Hafid, Gafatar adalah terorisme model baru yang menyerang akidah seseorang. "Gafatar itu teroris akidah," kata Hafid, saat ditemui Tempo, di kediamannya di Jalan Sultan Alauddin, Makassar, Rabu, 13 Januari.
Di rumah panggung itu, Hafid bersama istrinya, Rohani (62), bercerita tentang perubahan sikap putri bungsunya setelah bergabung Gafatar. Ia mengaku sedih melihat anaknya yang sudah dididiknya taat beribadah menjadi orang yang seperti tidak beragama.
Hasrini meninggalkan salat lima waktu dan tidak lagi berpuasa. Dalam suatu kesempatan, Hasrini sempat menasehati ibunya untuk tidak naik haji karena hanya buang-buang uang. Tidak berhenti sampai di situ, Hasrini juga meminta kakaknya, Harlina (34), agar tidak mengajarkan agama kepada para keponakannya.
Hafid mengaku kesal dengan perilaku anaknya maupun menantunya, Abdul Kadri Nasir (32), yang dianggapnya sudah kelewatan. "Saya sempat berdebat soal agama. Kadri bilang salat itu celaka, yang ternyata hanya memenggal potongan ayat. Dia yang tidak memahami agama secara utuh," tutur Hafid yang mengaku ingin membunuh menantunya bila bertemu.
Hasrini dinyatakan hilang sejak 20 Oktober 2015. Ia pergi bersama suaminya, Kadri, dan dua anaknya, yakni Abiyan (2) dan Berlian (7 bulan) serta Ratih (20).
Tidak hanya itu, pembantunya, Ratih (20), pun ikut dibawa. Hasrini tidak pernah pamit terkait kepergiannya. Pasangan suami istri yang berstatus pegawai negeri sipil Badan Pusat Statistik Jeneponto itu juga meninggalkan pekerjaannya.
Hafid, yang merupakan pensiunan TNI, mengaku baru menyadari anaknya masuk Gafatar saat mereka hilang. Selama ini, Hasrini tertutup soal organisasi massa itu. Ia hanya berbicara kepada ibunya. Belakangan, bekas Komandan Koramil Mariso itu yakin Hasrini tergabung Gafatar saat memeriksa rumah kontrakan anaknya di Jeneponto. "Saya temukan ratusan formulir Gafatar dan buku tentang janji pengurus dan naskah persaksian," tuturnya.
Ibu Hasrini, Rohani (62), tidak kuasa menahan tangis setiap kali bercerita tentang kepergian anak bungsunya itu. Hasrini dan keluarganya disebutnya tidak pernah pamit. Terakhir kali bertemu pada 17 Oktober 2015. Kala itu, anaknya membolos masuk kantor dan tinggal tiga hari di rumahnya. "Saya tegur karena tidak masuk kantor, tapi dia bilang rindu. Setelah itu, tidak pernah lagi ketemu," ucap dia.
Rohani mengatakan Hasrini sebenarnya sempat menghubunginya pada akhir tahun lalu. Kala itu, dia mengaku berada di Bandung. Namun, sang anak menolak membeberkan aktivitasnya. Rohani mengaku terus membujuk Hasrini untuk pulang dengan alasan dirinya sakit. Tapi, sang anak tetap tidak pulang. "Kami tidak bisa menghubungi dia lagi dan keluarganya," ujarnya.
TRI YARI KURNIAWAN