TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku mengenal Damayanti Whisnu Pratanti, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu malam, 13 Januari 2016. Damayanti berasal dari daerah pemilihan Jawa Tengah yang meliputi Tegal, Brebes, dan Slawi. "Setahu saya, dia sudah cukup kaya dan merupakan pengusaha infrastruktur," kata Tjahjo, Kamis, 14 Januari 2016.
Suami Damayanti, menurut Tjahjo, juga merupakan orang terpandang. Karena itu, Tjahjo menyayangkan semua pencapaian Damayanti harus ditutup dengan kasus. Padahal keberhasilannya menduduki kursi Dewan diraih dengan kerja keras yang tidak mudah. "Sayang jabatan yang dia kejar sebagai anggota DPR dan berhasil dia dapat dengan kerja keras, kok dibayar mahal dengan tindakan suap atas proyek," kata Tjahjo.
Tjahjo memastikan PDIP akan memecat kadernya jika terbukti melakukan suap. "Partai pasti pecat dia langsung, kemarin dalam rakernas sudah diingatkan kepada seluruh kader untuk menghindari segala bentuk KKN," ujar Tjahjo melalui pesan pendek, Kamis, 14 Januari 2016.
Penangkapan Damayanti Whisnu pada Rabu malam, 13 Januari 2016, sekitar pukul 22.00, antara lain terindikasi dari Toyota Alphard berpelat nomor B-5-DWP yang disita KPK. Mobil yang ditempeli lambang DPR di atas pelat nomor itu diketahui milik Damayanti.
Damayanti melenggang ke Senayan pada 2014 setelah mendapatkan suara sebanyak 75.657 suara dalam pemilu legislatif. Di Dewan, Damayanti menolak Undang-Undang Pilkada yang memilih kepala daerah lewat DPRD. Ia juga pernah menolak revisi UU MD3 dan walk out dalam proses voting paket pimpinan DPR 2014-2019, yang melambungkan Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
Perempuan yang menjadi Kepala Bidang Pertanian dan Perikanan di dalam struktur kepengurusan Dewan Pengurus Pusat PDIP itu pernah mengeluh ke Menteri Perhubungan karena ada lima gerbong kereta argo yang AC-nya rusak. Keluhan lainnya saat ia tak dibolehkan duduk di ruang VIP sebuah stasiun karena ia bukan wali kota. Damayanti menganggap posisi wali kota tak lebih tinggi dari anggota DPR.
Kepada Menteri Perhubungan, ia juga meminta perhatian khusus karena tidak responsifnya Direktur Jenderal Hubungan Laut yang ia hubungi untuk membahas temuan-temuan di daerah pemilihannya. Damayanti juga menyoroti PT KAI, yang tidak prorakyat ketika penyewa tanah KAI keberatan atas kenaikan tarif sewa sebanyak 400 persen.
TIKA PRIMANDARI