TEMPO.CO, Banda Aceh - Kepala Kepolisian Resor Sabang Ajun Komisaris Besar Nurmeiningsih menyamar menjadi seorang nenek untuk menelusuri kasus penyelundupan gula dari Sabang ke Banda Aceh. Penyamarannya itu kemudian juga diunggah ke YouTube. "Ide menyamar jadi nenek-nenek spontanitas saja. Intinya kami ingin menelusuri bagaimana pola penyelundupan gula," kata Nurmeiningsih kepada Tempo, Rabu, 13 Januari 2016.
Menurut dia, saat menyamar jadi nenek, dia seolah-olah menjadi kurir layaknya warga biasa yang ingin membawa gula Sabang ke Banda Aceh secara ilegal. Dia sempat ditanya-tanya oleh mereka yang menjadi kurir di Pelabuhan Sabang. "Pemain baru ya, dari mana?" kata Nurmeiningsih menirukan.
Dalam penyamarannya, dia menemukan banyak gula ilegal yang mau diseberangkan ke Banda Aceh dengan kapal penyeberangan. Biasanya para juragan menggunakan jasa perempuan setengah baya sebagai kurir atau perantara. Satu saknya para kurir mendapat upah sekitar Rp 20 ribu.
Menurut Kapolres, gula di Sabang murah karena status wilayah itu sebagai pelabuhan bebas. Gula dan bahan lainnya dapat masuk mudah, tetapi hanya untuk Sabang. "Kalau dibawa ke luar wilayah, maka ilegal," ujarnya.
Kepolisian, menurut dia, terus berusaha menghentikan praktek penyelundupan tersebut. Cukong yang mengendalikan penyelundupan juga sedang ditelusuri.
Seorang pedagang di Banda Aceh, Jamal, mengatakan harga satu sak gula 50 kilogram beda jauh di Sabang dengan Banda Aceh. Di Sabang harganya hanya sekitar Rp 350-400 ribu, sedangkan di Banda Aceh atau wilayah Aceh lainnya mencapai Rp 600 ribu.
ADI WARSIDI