TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Muda Intelijen Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman, mengatakan ajaran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) telah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Terdiri dari 34 dewan pimpinan daerah yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
"Keberadaannya sudah meluas ke daerah-daerah terpencil," kata dia di Kejaksaan Agung, Rabu, 13 Januari 2016.
Adi menerangkan Gafatar menarik massa dengan cara melakukan berbagai aksi sosial. Di antaranya seperti kerja bakti, donor darah, sunatan massal, serta bantuan modal usaha.
"Sehingga banyak masyarakat yang bersimpati dan bergabung dengan Gafatar," ujarnya.
Dalam ajaran yang dalam situsnya menyebutkan dipimpin Mahful M. Tumanurung itu, jamaah tak diwajibkan melaksanakan shalat wajib lima waktu, puasa ramadhan, serta perbedaan bacaan syahadat. Gafatar sebelumnya terbentuk dari Al Qiyadah al Islamiyah yang dipimpin Ahmad Moshaddeq alias Musaddeq alias Musadek alias Abdusaalam.
Al Qiyadah al Islamiyah menjadi aliran kepercayaan yang menggabungkan antara ajaran Al Quran, Alkitab Injil, serta Yahudi. Mereka juga mengakui wahyu yang diklaim turun melalui pimpinannya. Sebagai pimpinan, Musaddeq menyatakan dirinya sebagai nabi atau mesias.
Musaddeq mengatakan wahyu yang diterimanya bukan berupa kitab, tetapi pemahaman yang benar dan aplikatif mengenai ayat-ayat Al-Quran yang telah disimpangkan sepanjang sejarah. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memvonis Musaddeq selama empat tahun, dipotong masa tahanan atas pasal Penodaan Agama pada 2008 lalu.
Tak hanya itu, Majelis Ulama Indonesia juga telah menyatakan Al Qiyadah sebagai aliran agama sesat pada 4 Oktober 2007. Sesuai Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2007, Al Aiyadah dianggap menyimpang dari agama Islam dan melakukan sinkretisme (penggabungan) agama.
Meski telah menyatakan bertobat, Mussadeq kembali menyebarkan ajarannya dengan menggunakan nama Milah Abraham yang kemudian berubah menjadi Gafatar. Dalam perkembangannya, Gafatar pun saat ini kembali berubah nama menjadi Negara Karunia Tuhan Semesta Alam.
Tim Pakem Pusat berencana melarang ajaran Gafatar dengan menggunakan pendapat MUI dan pihak terkait lainnya. "Ini sesuai dengan Penetapan Presiden nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama," ujarnya.
Tim Pakem Pusat terdiri dari Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri; Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Diklat Kementerian Agama; Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, dan Kebudayaan; Wakil Asisten Teritorial Panglima TNI; Direktur Sosial Budaya Badan Intelijen Mabes Polri; serta perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama. Hasil rekomendasi rapat akan ditandatangani Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung.
Untuk saat ini, Tim Pakem belum dapat menentukan apakah ada unsur pidana dalam ajaran Gafatar. "Kalau nantinya ditemukan unsur pidana, hukumannya lima tahun penjara," kata Adi.
Tim Pakem pun belum mengetahui jumlah pengikut Gafatar. Dalam waktu dekat, menurut Adi, mereka bakal mendalami pergerakan Gafatar beserta jumlah pengikutnya. Markas Besar Polri pun juga belum mendapat data jumlah pengikut Gafatar.
"Kami belum tahu dan tidak bisa mengira-ngira," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan.
DEWI SUCI RAHAYU