TEMPO.CO, Bandung - Menggunakan kemeja putih, tubuh kecil SF bocah 13 tahun, yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan Prisilia Dina Ekawati, 15 tahun, tampak tegang saat duduk di kursi pesakitan ruang sidang anak Pengadilan Negeri Bandung, Rabu, 13 Januari 2016. Hampir kurang 45 menit, ia duduk di kursi tersebut untuk mendengarkan materi hukum dan amar putusan yang dibacakan majelis hakim Pranoto terkait kasus pembunuhan yang ia lakukan terhadap Prisilia, sang pacar.
Sementara itu, saat sidang tengah berlangsung, keluarga korban (Prisilia) berkumpul di depan pintu ruang sidang sambil terus berteriak mendesak SF diberikan hukuman yang setimpal menurut mereka. Selain itu, mereka memasang sejumlah poster bertuliskan kecaman di area beranda ruang sidang.
SF didakwa telah melakukan pembunuhan terhadap Prisilia dengan membenturkan palu ke arah kepala korban sebanyak tiga kaki. Aksinya tersebut dilakukan di area persawahan dekat gerbang perumahan Grand Sharon, Jalan Inspeksi Kali Cidurian, Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, Senin, 31 Agustus, 2015. Selain melakukan pembunuhan, SF terbukti telah mengambil gawai milik Prisilia.
Atas tindakannya tersebut, Majelis hakim Pranoto menjatuhi hukuman terhadap bocah tersebut dengan hukuman perawatan selama 1 tahun di Lembaga Penyelenggaraan Kesejehteraan Sosial (LPKS) Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Jakarta.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan orang lain mati," ujar hakim Pranoto saat membacakan amar putusannya.
SF terbukti telah melanggar pasal 80 ayat 3 juncto pasal 76 c, Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menyebabkan kematian.
Menanggapi putusan tersebut, Humas PN Bandung Wasdi Permana mengatakan, putusan tersebut merupakan hukuman paling maksimal yang diterima SF. Mengingat SF pada saat melakukan pembunuhan masih berusia di bawah 14 tahun. "Menurut Undang-undang peradilan anak, hukuman perawatan tersebut sudah maksimal. Karena dia masih di bawah 14 tahun," kata dia.
Wasdi mengatakan, di dalam sistem peradilan anak berdasarkan Pasal 69 ayat 2 Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2002 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menerangkan anak di bawah usia 14 tahun hanya dikenakan hukuman tindakan. "Walaupun KUHPidana didakwakan, tapi ini lex spesialis. Karena dia masih anak, tidak bisa memberlakukan itu," ujarnya.
Mengenai putusan tersebut, keluarga korban sangat kecewa mengetahui SF hanya dijatuhi hukuman satu tahun perawatan. "Kok aneh begini," ujar Teguh Diantoro ayah kandung korban. "Pelaku kan sadis. Dia sudah membunuh anak saya menggunakan palu."
Kuasa hukum korban, Rusmin Risifu mengatakan, atas kejadian yang menimpa kliennya tersebut, ia merasa Undang-undang Perlindungan Anak sudah seharusnya direvisi. Ia berpendapat, Undang-undang yang saat ini masih belum sempurna apabila dilihat dari kacamata korban. "Kalau melihat sisi kemanusia dan keadilan, khususnya bagi keluarga korban, UU Perlindungan Anak harus dikaji atau revisi ulang. Ini demi rasa keadilan," ujar Rusmin.
IQBAL T. LAZUARDI S