TEMPO.CO, Sukabumi - Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sempat terdeteksi melakukan berbagai aktivitas di Kota Sukabumi, Jawa Barat. Malahan, kepengurusan Gafatar di Kota Sukabumi berkeinginan mendaftarkan diri sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan, namun ditolak Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik setempat.
"Aktivitas mereka (Gafatar) mulai terdeteksi sekitar 2014 lalu. Awalnya mereka melaksanakan kegiatan sosial. Kalau tidak salah waktu itu kegiatannya dilaksanakan di Kelurahan Subangjaya Kecamatan Cikole dengan melakukan bersih-bersih lingkungan," kata Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Sukabumi, Bude Daryana, di Sukabumi, Rabu 13 Januari 2015.
Sejak awal melaksanakan aktivitas di Kota Sukabumi, Bude mengaku segera menelusuri paham organisasi Gafatar dengan melibatkan TNI dan Polri. Hasilnya diketahui, paham organisasi tersebut lebih menjurus ke Negara Islam Indonesia (NII). "Makanya, ketika mereka akan kembali melaksanakan kegiatan donor darah di salah satu hotel di Kota Sukabumi, kami saat itu bersama polres dan TNI langsung panggil pengurusnya dan menghentikan kegiatan tersebut," tegas Bude.
Bude tak menampik kepengurusan Gafatar di Kota Sukabumi sempat berkeinginan mendaftarkan diri sebagai organisasi kemasyarakatan. Namun, lantaran tidak terdaftar di Direktorat Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri, keinginan tersebut akhirnya ditolak Kesbangpol Kota Sukabumi. "Kita juga mendapatkan surat edaran dari Ditjen Kesbangpol agar jangan sampai organisasi tersebut terdaftar di kota dan kabupaten. Jadi, hingga kini organisasi Gafatar itu tak pernah terdaftar pada kami," ucap Bude.
Bude juga memastikan tidak ada keterlibatan pegawai negeri sipil dalam aktivitas yang sempat dilakukan Gafatar di Kota Sukabumi. Jumlah keanggotaan Gafatar di Kota Sukabumi diperkirakan mencapai 40 orang. "Tapi kami juga tak mengetahui persis apakah 40 anggota Gafatar itu warga biasa atau bukan. Yang jelas, dari hasil pantauan, anggota mereka mayoritas berasal dari luar daerah, seperti dari Cianjur dan Bogor," tuturnya.
Meskipun saat ini dipastikan tidak ada lagi aktivitas organisasi Gafatar di Kota Sukabumi, Bude bersama jajarannya dan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) tetap melakukan pengawasan. "Yang kami ketahui, aktivitas terakhir mereka (Gafatar) waktu ada kegiatan donor darah di salah satu hotel sekitar 2015. Pernah juga mereka ikut serta dalam kegiatan di Lapang Merdeka, tapi kami deteksi itu bukan kegiatan mereka langsung. Mereka hanya ikut bergabung. Sampai saat ini kami terus memonitor adanya potensi dan indikasi aktivitas mereka di Kota Sukabumi," tandasnya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Sukabumi mewaspadai intervensi jaringan-jaringan organisasi terstruktur, masif, dan sistematis, yang bisa memengaruhi kalangan pegawai negeri sipil di lingkungan Pemkot Sukabumi. Pengawasan itu tak terlepas maraknya PNS di sejumlah daerah di Indonesia yang tiba-tiba 'menghilang' karena ikut bergabung dengan organisasi-organisasi tersebut, salah satunya Gafatar.
"Harus ada waskat (pengawasan melekat) langsung dari atasan menyikapi fenomena seperti ini. Kalau memang ada anak buahnya yang kedapatan memiliki perilaku agak menyimpang dari norma-norma yang sudah ada, maka perlu segera ada pembinaan," kata Sekretaris Daerah Kota Sukabumi Hanafie Zain.
Namun, lanjut Hanafie, sejauh ini di lingkungan Pemkot Sukabumi tidak pernah terjadi kasus PNS yang bergabung dengan organisasi-organisasi tak jelas juntrungannya tersebut. Karena itu, upaya pengawasan dan pembinaan mesti terus dilakukan secara kontinyu kepada para PNS. "Pengawasan dan pembinaan tak hanya dari atasannya langsung, tapi juga pembinaan yang dilakukan oleh ulama. Sebab, ketika suasana hati sedang labil, seseorang akan rentan terpengaruh," tambah Hanafie.
Jumlah PNS di lingkungan Pemkot Sukabumi yang tercatat di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan hingga saat ini sebanyak 5.255 orang. Mayoritas mereka bekerja di lingkungan Dinas Pendidikan. "PNS paling banyak itu adalah guru," tandas Hanafie.
DEDEN ABDUL AZIZ