TEMPO.CO, Lamongan - Pemerintah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menyatakan telah membekukan organisasi Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar sejak satu tahun lalu. Proses pembekuannya berjalan biasa dan tanpa ada publikasi.
Soal pembekuan Gafatar dibenarkan juru bicara Pemerintah Kabupaten Lamongan, Sugeng Widodo. Sedangkan rujukan pembekuan organisasi didasari data dari Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Lamongan. “Ya, rujukan pembekuannya dari data Bakesbangpol,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 13 Januari 2016.
Sugeng tidak merinci secara detail soal pembekuan Gafatar. Dia hanya menyebutkan pembekuan itu dilakukan setelah Gafatar muncul dan kemudian sempat ramai dibicarakan di Lamongan.
Pemerintah Lamongan, ucap Sugeng, berharap masyarakat kritis dan tidak cepat ikut-ikutan jika melihat ada organisasi baru. Terutama organisasi yang dipimpin tokoh-tokoh yang dianggap tidak tepat. ”Kami sudah kirim imbauan ke camat-camat,” tuturnya.
Sebelumnya, satu keluarga, yang terdiri atas suami-istri dan lima anaknya, dilaporkan hilang ke Kepolisian Resor Lamongan pada Rabu, 13 Januari 2016. Suudi bersama istrinya, Nur Aisyah, dan lima anaknya diduga ikut bergabung dengan Gafatar.
Sehari-hari Suudi tercatat sebagai guru bahasa Inggris di Sekolah Menengah Atas Karang Binangun, Lamongan. Satu keluarga ini tinggal di rumah kontrakan di Dusun Keset, Desa Sidorejo, Kecamatan Deket, Lamongan. Tapi, sebelum menetap di Lamongan, Suudi dan keluarganya juga pernah tinggal di Perumahan Gresik Kota Baru, Kabupaten Gresik.
Hilangnya Suudi dilaporkan kakaknya, atas nama Moh. Hasan. Dalam laporan itu disebutkan bahwa Suudi dan istri beserta lima anaknya berpamitan kepada mertuanya, Markonah, terhitung mulai 3 November 2015. Intinya, keluarga tersebut berpamitan dan ingin pergi ke luar Jawa.
Markonah sempat mencegah dan tidak merestui kepergian mereka dengan alasan tidak ada sanak saudara di sana. Namun Suudi memaksa dan menjual perabot rumah tangga di rumah kontrakannya untuk modal pergi.
Kepala Polres Lamongan Ajun Komisaris Besar Trisno Rahmadi mengatakan pihaknya telah menerima laporan ini. “Masih kami telusuri,” ujarnya kepada Tempo.
SUJATMIKO