TEMPO.CO, Semarang - Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kota Semarang dikenal masyarakat sebagai lembaga sosial yang aktif melakukan kegiatan penghijauan. Bahkan warga mengakui pernah diajak menonton bareng film Soekarno.
“Kegiatannya sosial, tak mencurigakan, di sekretariat itu menanam bibit dengan polybag, pengobatan gratis, bahkan menggelar film layar tancap Soekarno,” kata Ketua RT 02 RW 06 Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Suhartono, Selasa, 12 Januari 2016, petang.
Di Kota Semarang, organisasi Gafatar menempati sekretariat yang merupakan rumah kontrakan di Jalan Karanggawang RT 02 RW 06 Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Namun rumah itu sudah sepi sejak ramai diberitakan terkait dengan hilangnya dokter Rica Tri Handayani dan anaknya.
"Sekitar dua minggu lalu masih ada kegiatan. Namun sepi setelah ramai diberitakan terkait dengan hilangnya dokter di Yogya," ujarnya.
Lembaga yang ramai diberitakan di media masa menggunakan sejumlah ruangan rumah yang disewa untuk rapat dan ruang administrasi. Keyakinan rumah itu sebagai sekretariat Gafatar dibuktikan dengan spanduk bertulisan "Gafatar, Gerakan Fajar Nusantara" di dalam salah satu ruangan.
Suhartono menjelaskan, rumah sekretariat Gafatar itu disewa lelaki muda pada 2015. Meski agak lupa nama penyewanya, ia masih ingat mereka berasal dari Solo. Menurut Suhartono, kegiatan yang dilakukan di sekretariat itu di antaranya menanam bibit dengan polybag, pengobatan gratis, bahkan menggelar film layar tancap Soekarno.
Berdasarkan catatan di Kantor Kesatuan Kebangsaan Politik dan Perlindungan Masyarakat Kota Semarang, organisasi itu bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. “Gafatar adalah organisasi yang dibentuk pada 2011 dengan fokus kegiatan membantu masyarakat, seperti penanggulangan bencana, donor darah, dan kerja bakti,” kata staf dari Kesbangpol Kota Semarang, Hartono.
Ia mengakui anggota Gafatar kebanyakan mantan aktivis organisasi Al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Musadeq, yang telah dilarang negara. “Organisasi yang berhubungan dengan Al-Qiyadah sudah dilarang sejak 2007 oleh Kejaksaan Agung,” katanya.
Anggota-anggota Gafatar saat ini, menurut Hartono, merupakan kumpulan orang insaf dan menyatakan akan memperbaiki diri dan akidah serta sudah berkoordinasi dengan Kesbangpol Pusat dan Kementerian Dalam Negeri untuk bergerak di bidang selain keagamaan.
Tercatat, di Kota Semarang, Gafatar sering melakukan kegiatan bersama dengan melibatkan pemerintah. "Laporan pertanggungjawaban mereka pun lancar. Tidak pernah ada masalah dan tidak pernah bersinggungan dengan kegiatan keagamaan selama ini," ucapnya.
EDI FAISOL