TEMPO.CO, Surabaya - Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, mengatakan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan “copy-paste” (sama) dari gerakan NII. Bahkan program Gafatar, yakni masyarakat Indonesia membangun, mirip program NII.
"Setelah NII dibubarkan, muncul Al-Qiyadah al-Islamiyah, barulah Gafatar," ujarnya saat dihubungi, Selasa, 12 Januari 2016.
Menurut Ken, Al-Qiyadah al-Islamiyah dulunya dipimpin Ahmad Musadeq. Musadeq dihukum pemerintah selama 2,5 tahun penjara dengan tuduhan menistakan agama. "Setelah bebas, Musadeq kemudian mendirikan Komunitas Milah Abraham," ucapnya.
Komunitas Milah Abraham akhirnya juga dilarang Majelis Ulama Indonesia di beberapa daerah karena dianggap sesat. Setelah Komunitas Milah Abraham dinyatakan terlarang, Musadeq kemudian mendirikan Gafatar pada 2011. "Kegiatan-kegiatan Gafatar positif, sehingga bisa diterima masyarakat," ucapnya.
Kegiatan Gafatar antara lain donor darah, khitanan massal, pelatihan pertanian, dan pelatihan peternakan. "Bahkan kegiatan mereka sering menggandeng instansi pemerintah dan militer, seperti Kodim dan polres," katanya.
Gafatar ramai diperbincangkan setelah dikaitkan dengan hilangnya dokter Rica Tri Handayani di Yogyakarta sejak 30 Desember 2015. Dokter muda tersebut akhirnya berhasil ditemukan polisi di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, dan dibawa kembali ke Yogyakarta pada Senin, 11 Januari 2016.
Di Surabaya, seorang mahasiswa bernama Eri Indra Kausar juga telah meninggalkan rumahnya di Jalan Suripto, Kenjeran, Surabaya, sejak empat bulan lalu. Dia sempat memberi kabar melalui pesan pendek kepada keluarganya bahwa ia ikut bergabung dengan Gafatar.
EDWIN FAJERIAL