TEMPO.CO, Jakarta - Dua perekrut dokter Rica Tri Handayani untuk pergi ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah ditetapkan polisi menjadi tersangka. Keduanya adalah pasangan suami-istri, Eko Purnomo dan Veni Orinanda.
Polisi menggunakan pasal 328 subsider pasal 332 Kitab Undang-undang Hukum pidana. Yaitu soal penculikan dan membawa lari orang lain. Ancaman hukumannya hingga 12 tahun penjara.
"Dokter Rica dikendalikan oleh E dan V, kartu ATM bank miliknya juga dikuasai oleh V," kata Ajun Komisaris Besar Ganda Saragih, Kepala Sub Unit I Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 12 Januari 2016.
Kedua tersangka ini langsung ditahan setelah diinterogasi. Mereka ditangkap bersama penjemputan dokter Rica dan anak balitanya di Pangkalan Bun, Senin, 11 Januari 2016 kemarin.
Dari keterangan Ganda, rombongan dari Yogyakarta adalah mereka bertiga, anak Rica, anak Veni, dan satu orang lagi. Mereka berenam naik pesawat terbang menuju ke Pontianak dari bandar udara Adisutjipto pada 30 Desember 2015. Setelah itu, mereka menuju ke kabupaten Mempawah Hilir. Mereka tinggal di kabupaten itu selama dua hari.
Karena ada pemberitaan di media sosial dan media massa atas hilangnya dokter Rica, mereka lalu pindah tempat ke Pangkalan Bun. Perjalanan yang ditempuh selama 24 jam. Di Pangkalan Bun, mereka tinggal di hotel selama empat hari. Mereka menginap di hotel yang berbeda. Ada yang di Pangkalan Bun dan ada yang di Pangkalan Banteng.
Mereka ditangkap polisi saat berada di bandar udara Iskandar Pangkalan Bun, Senin, 11 Januari 2016. Tujuannya, menurut pengakuan korban dikembalikan melalui Semarang.
"Untuk apa dikembalikan, ini yang kami terus telusuri," kata Ganda.
Ia menambahkan, dari pengakuan sementara, dokter Rica dijanjikan oleh Veni pekerjaan yang lebih baik. Padahal di Lampung, dokter itu sudah mempunyai pekerjaan sebagai dokter dan membuka klinik kecantikan.
"Ini bujuk rayu, janji akan diberikan pekerjaan selama 10 hari juga tidak kunjung ada," kata dia.
Saat pertemuan pertama kali antara dokter Rica dan suaminya yaitu Aditya Akbar Wicaksono di bandara Iskandar, anaknyalah yang dipeluk pertama kali. Baru setelah itu dokter yang sedang menempuh spesialisasi ortopedi itu memeluk dokter Rica.
Saat akan dibawa oleh suami dan polisi, dokter Rica tidak menolak dan para tersangka tidak melawan. Sehingga memudahkan polisi untuk membawa mereka kembali ke Yogyakarta.
Polisi mengamankan barang-barang milik tersangka. Antara lain lima flash disk, hardisk 1 terrabita, dan komputer jinjing dari kedua tersangka. Polisi masih menyelidiki isi dari penyimpan data itu.
Saat ditanya soal hubungannya dengan Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar, polisi masih mengembangkan kasus ini. Perlu kehatia-hatian untuk mengusut kasus hilangnya banyak orang dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Apapun organisasinya, perlu diwaspadai. Jika itu (organisasi itu) sudah dinyatakan dilarang," kata Kepala Bidang Humas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Anny Pudjiastuti.
MUH SYAIFULLAH