TEMPO.CO, Sleman - Sebuah rumah bercat orange biru di Kadisoka, RT 2/RW 1, Purwomartani, Kalasan, Sleman tak terlihat aktivitasnya. Padahal di rumah yang digunakan untuk aktivitas belajar aktivis Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ramai sebelumnya.
Namun ketika banyak kabar orang ikut hijrah atau eksodus, rumah itu sepi. Di lokasi hanya ditemukan formulir eksodus.
"Sudah jalan dua tahun rumah itu digunakan banyak aktivitas," kata Jazim, 59 tahun, yang rumahnya paling dekat dengan rumah itu, Senin, 11 Januari 2016. "Di rumah itu sering ada kegiatan, kadang ada pakai jas hitam dan pakai dasi," kata Jazim.
Rumah itu pula yang menampung Ahmad Kevin, 16 tahun, untuk belajar ala home schooling. Banyak sisa-sisa alat pertanian yang ditinggalkan oleh para aktivis Gafatar.
Di samping kiri rumah berserakan botol-botol minuman air dalam kemasan. Juga benih-benih sayuran dan lain-lain.
Orang yang tinggal di rumah itu sudah mulai mengosongkan barang-barang sejak Desember 2015. Terakhir pada 4 Januari 2016 lalu.
Menurut Ponijo, salah satu tetangga di seberang rumah itu, para penghuni mengaku memberikan pelajaran gratis kepada siswa, mulai tingkat dasar hingga menengah atas.
"Kalau sedang ada acara mereka pakai seragam dan ada yang jaga di luar," katanya.
Yang mencurigakan, orang-orang yang sering datang ke rumah itu tidak pernah salat, bahkan salat Jumat, dan tarawih pada bulan puasa. "Saat Lebaran juga tidak bersilaturahmi," ujarnya.
Di rumah itu, ditemukan daftar target orang yang diajak eksodus. Ada 25 nama orang yang disilang dan dilingkari. Di daftar presensi nomor 53 ada nama Sanggar Yamin. Ia adalah ayah dari Ahmad Kevin yang dilaporkan hilang oleh ibunya.
Ketua RT setempat, Dwi Sutarmanto, menyatakan yang mengajukan izin tinggal di rumah itu hanya dua orang. Namun, yang sering tinggal di tempat itu banyak sekali.
Salah satu yang mengajukan izin tinggal adalah Deddy. Saat nomor teleponnya dihubungi, ia mengaku pernah tinggal di rumah itu. Namun sudah lebih dari 1 tahun meninggalkan rumah itu.
MUH SYAIFULLAH