TEMPO.CO, Yogyakarta - Kontribusi pajak dari sektor pertambangan di Jawa Tengah, tahun 2015 masih rendah. Tercatat dari total pendapatan pajak tahun 2015 mencapai Rp 23,45 triliun, kontribusi tertingi justru dari pajak penghasilan, mencapai Rp 11,13 triliun, dan pajak pertambahan nilai dan penjualan barang mewah Rp 11,99 triliun. “Disusul pajak bumi bangunan, perhutanan, perkebunan dan pertambangan Rp 104,05 miliar,” kata Kepala Kantor Wilayah Pajak Jawa Tengah, Dasto Ledyanto, Minggi (10/1).
Padahal Kanwil pajak Jateng telah berupaya menggenjot pendapatan pajak dari sektor pertambangan pada 2015. Namun hasilnya masih kecil dibanding penjaringan wajib pajak baru di sektor lain, yang tercatat dari 121 usaha pertambangan, yang berhaisl dijaring hanya mampu menghasilkan pemasukan negara Rp 942 juta. “Itu pun baru dikenakan pajak dengan jumlah ketetapan pajak bumi bangunan,” kata Dasto.
Pertumbuhan pendapatan pemasukan negara dari sektor pajak di Jawa Tengah, mencapai 17, 7 persen. Nilai itu dihitung dari peningkatan pendapatan pajak 2015 yang mencapai Rp 23,45 triliun. Nilai pendapatan itu meningkat meski tak memenuhi target yang tetapkan Rp 28,09 triliun.
Dasto mengakui, pertambangan yang tak menyetor pajak itu menjadi salah satu hambatan terpenuhinya target. Untuk itu, lembaganya mengandeng Lembaga Penerbanggan dan Antariksa Nasional (Lapan), untuk mengusut pelaku usaha yang tak bayar pajak kepada negara. “Pertambangan kapur di kawasan kars ada seratusan. Wajib pajak itu selama ini belum terjangkau. Ini berdasarkan hasil visit,” kata Dasto.
Kerja sama itu untuk memetakan keberadaan para pelaku bisnis tambang yang sulit dijangkau jalur darat. Kerja sama dengan Lapan memudahkan lembaganya mengetahui bukit-bukit sekitar Rembang terdapat penambangan dengan alat berat . Bahkan penelusuran dengan citra satelit, mampu memotret kondisi daerah tambanag dalam kurun hingga 10 tahun.
Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelegen dan Penyelidikan, Kantor Wilayah Pajak Jawa Tengah, Machrizal Desano, menyatakan sedang mengeluarkan penahanan berangkat luar negeri sebanyak 61 wajib pajak yang mengemplang. “Dengan nilai Rp 85,9 miliar. Sedangkan penyanderaan izin 13 orang,” kata Machrizal.
Selain itu, ada tiga wajib pajak diproses di kementerian. Dan seoarang wajib pajak dihukum 1 tahun denda Rp 1,8 miliar. “Subsider tiga bulan Pidana, itu bukan bayar pajak hanya denda untuk negara. Nilai pajaknya lain lagi,” kata dia. EDI FAISOL