TEMPO.CO, Surabaya – Pakar geologi meminta Lapindo Brantas Inc melakukan survei dengan benar sebelum mengebor sumur baru. Sebab sumur Tanggulangin 1 hanya berjarak sekitar 2,5 kilometer dari Sumur Banjar Panji 1 yang menjadi pusat semburan lumpur sejak 2006 lalu.
“Sumur baru harus disurvei dengan benar. Bukan berarti tidak bisa dibor sama sekali di situ atau dalam artian berbahaya sekali lantas langsung njeblug,” kata Ketua Komite Eksplorasi Nasional Andang Bachtiar kepada wartawan usai menjadi pembicara di seminar kebencanaan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Jumat, 8 Januari 2016.
Andang, yang mengaku cukup paham dengan kondisi lapangan gas dan minyak di Porong, menyoroti beberapa hal. Meski belum mendapat data secara resmi, ia memperkirakan Lapindo melalukan pengeboran di lapangan Tanggulangin pada lapisan-lapisan yang dangkal. Ini berbeda dengan lapisan sumur Banjar Panji 1 yang pengeborannya menembus hingga 9.000 feet atau sekitar 2 sampai 3 kilometer.
Menurut Andang, jika benar mereka mau mengembangkan lapangan gas dan minyak mereka yang dangkal, kedalaman sumur diperkirakan sekitar 3.000 feet atau satu kilometer. “Jadi dalam tanda kutip, sebenarnya nggak terlalu seberbahaya di Banjar Panji yang jadi semburan sekarang,” kata dia.
Meski begitu, Lapindo harus mempertimbangkan degree atau derajat kerusakan apabila dekat dengan daerah yang telah telanjur rusak. Sebab, daerah tersebut dinilai masih rawan. Ia menggambarkan bahwa masih ada potensi keluarnya semburan di area tanggul jika digali atau dibor. “Karena di bawahnya itu sudah rusak. Jadi walaupun ini dangkal, harus hati-hati betul.”
Mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) itu menyebutkan beberapa poin yang harus diperhatikan dalam kajian sebelum pengeboran. Pertama ialah adakah kerusakan pada sub surface-nya berikut indikasinya. “Ada yang rusak nggak nih, di shallow sub surface-nya. Kalau sudah kelihatan ada indikasi rusak, ya jangan main-main dengan itu. Harus ada aksi preventif ,” tuturnya.
Kedua ialah mengkaji gejala bahaya. Dengan survei yang mendetail, gejala bahaya dapat diketahui melalui retakan atau gelembung-gelembung. “Bisa pakai alat-alat geofisika, sehingga meskipun dangkal bisa tahu apakah memungkikan itu disebabkan oleh retakan besar,” kata Andang.
Andang menegaskan, perlunya dialog yang mempertemukan masyarakat, pemerintah, dan Lapindo mengenai hasil pengkajian pengeboran sumur baru itu. Pasalnya, masyarakat menganggap itu bakal menimbulkan bahaya. Sementara Lapindo bilang aman. “Harus dipertemukan dulu, amannya itu gimana. Sudah survei dengan betul ada bahaya atau tidak.”
ARTIKA RACHMI FARMITA