TEMPO.CO, Surabaya - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menilai rencana PT Lapindo Brantas yang akan melakukan pengeboran lagi di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo mengancam keselamatan ruang hidup rakyat.
Apalagi lokasi pengeboran berdekatan dengan wilayah warga. "Ini sebuah petaka," kata Ony kepada Tempo, Jumat, 8 Januari 2016.
Menurut dia Lapindo perlu belajar dari kesalahan pengeboran yang terjadi pada 29 Mei 2006 yang berakibat pada terjadinya semburan. Akhirnya wilayah seluas 800 ribu hektare di Kecamatan Porong, Tanggulangin, dan Jabon terkubur lumpur.
Kejadian yang dikenal dengan istilah tragedi Lumpur Lapindo itu juga menghancurkan kehidupan masyarakat di lebih dari 15 desa. "Sekitar 75 ribu jiwa terusir dari kampung halamannya," katanya.
Ony juga menyebut alasan Lapindo Brantas mengebor di wilayah darat Sidoarjo untuk membayar dana talangan yang dikucurkan pemerintah buat ganti rugi korban semburan sebagai sebuah alasan yang mengada-ada.
Ini karena Lapindo memiliki wilayah konsesi blok Brantas yang berada di wilayah laut sangat luas, membentang dari Kabupaten Mojokerto hingga perairan Probolinggo. "Seharusnya Lapindo bisa memilih konsesi blok yang berada di wilayah perairan," katanya.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Timur Rere Christianto mengimbuhkan Lapindo memiliki kurang lebih 50 sumur pengeboran dan ada yang terletak di perairan. Seharusnya, kata dia, Lapindo memilih sumur-sumur yang jauh dari lokasi warga. "Ini kok malah milih lokasinya dua kilometer dari lokasi bencana Lumpur Lapindo."
Dia kemudian meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut izin pengeboran Lapindo agar tidak bisa lagi melakukan kegiatan. "Kejadian kemarin tidak ada efek jera dari Lapindo," ujarnya.
Sebelumnya, Lapindo berencana melakukan pengeboran di Sumur Tanggulangin 1, Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Sumur Tanggulangin 1 berada tak jauh dari pusat semburan lumpur panas Lapindo di Porong.
EDWIN FAJERIAL