TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengaku akan jalan terus dengan pembangunan jalan tembus Pajajaran-Pasteur yang akan melintasi tempat pemakaman umum nonmuslim di Jalan Pandu. Menurut dia, jalan sepanjang 700 meter tersebut dibuat untuk kepentingan masyarakat.
"Yang kita minta bukan untuk pribadi, tapi kepentingan masyarakat. Jadi ya terus jalan," kata Ridwan Kamil di Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Kamis, 7 Januari 2016.
Ridwan Kamil menambahkan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada 600 ahli waris makam yang bakal terkena gusur untuk memenuhi lebar jalan 12 meter. Tidak hanya itu, Ridwan Kamil juga akan melakukan lobi dan komunikasi ke masyarakat sekitar yang khawatir terkena dampak pembangunan.
"Kalau dalam pembangunan selalu ada dinamika. Pada dasarnya, orang tidak mau berubah. Setiap ada berita perubahan cenderung takut. Jadi tinggal dikomunikasikan sesuai dengan aspirasi, yang penting kita taat asas, taat aturan, dan berkeadilan," ucapnya.
Ridwan Kamil menjelaskan, pembangunan di area pemakaman sebenarnya bukan hal aneh. Sudah banyak jalan-jalan protokol yang dibangun dengan cara memindahkan kuburan. Salah satunya interchange KM 149 di Gedebage.
"Ini supaya dari Pasteur bisa potong kompas ke Pajajaran sehingga bisa mengurangi beban di jalur kemacetan," katanya.
Suryanto, Ketua RT 5 RW 03 Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Cicendo, tetap menolak pembangunan jalan tembus tersebut. Menurut dia, pembangunan jalan itu akan menimbulkan kemacetan baru. "Saya enggak bisa membayangkan macetnya seperti apa," ujarnya.
Menurut Suryanto, kemacetan pasti terjadi ketika ada pemakaman jenazah. Kemacetan akan lebih parah jika di lokasi tersebut dibuat jalan umum. "Belum lagi ada yang sekolah, ada yang ke gereja juga," katanya.
Lala, warga Jalan Pandawa, juga menyatakan menolak pembangunan jalan tembus tersebut. Menurut dia, selain menambah masalah baru, masyarakat sekitar merasa tidak pernah menerima sosialisasi dari pemerintah Kota Bandung.
"Enggak, enggak ada sosialisasi ke warga. Padahal kita juga yang nantinya terkena dampak," tuturnya.
Beda lagi keluhan Tono, 46 tahun. Dia khawatir mata pencahariannya terganggu. Selama ini Tono menjaga dan membersihkan beberapa makam di TPU Pandu.
"Nanti penghasilan saya dari mana? Saya sudah lebih dari 20 tahun menjadi penjaga makam," katanya.
"Biasanya kita ini punya penghasilan tahunan, bulanan, juga kalau ada ahli waris yang datang dikasih juga. Kalau dipindahkan, penghasilan kami berkurang," katanya.
PUTRA PRIMA PERDANA