TEMPO.CO, Yogyakarta - Pangeran Pati Kadipaten Pakualaman Yogyakarta Kanjeng Bendara Pangeran Haryo (KBPH) Prabu Suryodilogo akhirnya secara resmi dinobatkan menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati (KGPAA) Paku Alam X. Proses jumenengan dilangsungkan di Bangsal Sewatama Kadipaten Pakualaman pada pukul 09.15, Kamis, 7 Januari 2016.
Penobatan tersebut ditandai dengan pelepasan keris yang dikenakan sebelumnya sebagai pangeran pati oleh sesepuh kerabat Pakualaman, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notoatmojo. Kemudian keris itu diganti dengan keris Kanjeng Kyai Bontit yang menjadi penanda Paku Alam yang bertakhta.
Setelah dinobatkan, Paku Alam X kemudian membacakan sabdanya di hadapan tamu undangan yang hadir. Sabda dalem dibacakan menggunakan bahasa Indonesia.
“Jujur, kewajiban yang akan saya laksanakan adalah tugas berat karena melanjutkan kewajiban leluhur Mataram sebagai pengembang kebudayaan,” kata Paku Alam X sembari berdiri menghadap ke selatan di atas Tratag Paringgitan di Bangsal Sewatama, Kadipaten Pakualaman.
Lantaran kebudayaan mempunyai banyak makna, Paku Alam X memberi batasan. Makna kebudayaan sebatas praktek intelektual yang berkaitan dengan kegiatan pemerintahan dan artistik secara konkret. “Jadi tidak hanya identik dengan manifestasi berkesenian belaka,” ujar Paku Alam X.
Berdasarkan biodata yang dimiliki Pakualaman, Suryodilogo lahir pada Sabtu Kliwon, 15 Desember 1962, atau 18 Rejeb 1894, di Yogyakarta. Dia anak tertua Paku Alam IX dengan Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GBRAy) Ambarkusumo.
Penobatan Suryodilogo sebagai Paku Alam X ini ditentang Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Anglingkusumo, yang merupakan paman Suryodilogo. “Salah satu kriteria menjadi Paku Alam adalah harus anak kandung yang dilahirkan dalam ikatan pernikahan yang sah,” tutur menantu Anglingkusumo, KPG Wiroyudho, Rabu, 6 Januari 2015.
Wiroyudho membeberkan catatan yang menyebutkan Paku Alam IX menikah dengan Koesumarsini binti Hardjoprawiro pada 27 Februari 1963. Namun anaknya, Suryodilogo, lahir pada 15 Desember 1962. Menurut Wiroyudho, tidak heran apabila masyarakat kemudian mempertanyakan. “Tunggu saja nanti. Kami akan sampaikan faktanya pada saat yang tepat,” kata Wiroyudho.
PITO AGUSTIN RUDIANA