TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Antimafia Hutan meminta Mahkamah Agung memerintahkan Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan untuk menunjuk hakim bersertifikasi lingkungan dalam memeriksa banding Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas PT Bumi Mekar Hijau.
Menurut peneliti hukum Publish What You Pay, Elizabeth Napitupulu, LSM yang tergabung dalam koalisi itu, putusan hakim Pengadilan Negeri Palembang miskin karena hakim yang bersangkutan tidak memiliki cukup pengetahuan soal lingkungan hidup.
"Ketika ada kebakaran hutan, bukan hanya flora dan faunanya yang terganggu, masyarakat juga. Apa hakim tidak mempertimbangkan kesehatan dan mata pencaharian masyarakat akibat asap kebakaran?" ujarnya di kantor Indonesia Corruption Watch, Rabu, 6 Januari 2016.
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Aradila Caesar bahkan menganggap janggal pada putusan majelis hakim.
Koalisi pun berencana melaporkan majelis hakim PN Palembang yang menolak gugatan KLHK ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik. "Yaitu ketidakprofesionalan hakim dalam memutus perkara. Kami akan meminta KY melakukan eksaminasi," katanya.
Tak hanya itu saja, koalisi yang terdiri dari beberapa LSM seperti ICW, Auriga, PWYP, dan Sajogyo Institute tersebut berharap Presiden Joko Widodo memerintahkan kepolisian untuk mempercepat pengusutan kasus pembakaran hutan dan lahan. "Hingga Oktober 2015, Polri menangani 262 laporan yang melibatkan 57 perusahaan. Proses ini nyaris tidak terdengar," kata peneliti sektor hukum Auriga, Syahrul Fitra.
Mereka juga meminta Jokowi memerintahkan KLHK untuk menggugat perusahaan lain yang diduga terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan secara perdata. "Yang kita tahu kan baru kasus PT Kallista, kasus PT Jatim Jaya Perkasa, dan PT National Sago Prima," ujar Syahrul.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya menggugat PT Bumi Mekar Hijau sebagai pembakar hutan dengan menuntut ganti rugi sebesar Rp 2,6 triliun. KLHK juga meminta dilakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar dengan biaya Rp 5,2 triliun. Tetapi, gugatan itu ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang. KLHK menyatakan akan mengajukan banding.
ANGELINA ANJAR SAWITRI