TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Antimafia Hutan yang terdiri dari beberapa LSM seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Auriga, Publish What You Pay (PWYP), Sajogyo Institute, dan lain sebagainya membuat gerakan "Buku untuk Hakim PN Palembang". Hal itu dilakukan menyusul putusan Pengadilan Negeri Palembang yang menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas PT Bumi Mekar Hijau (BMH) yang diduga telah membakar hutan.
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Aradila Caesar mengatakan bahwa putusan PN Palembang janggal. Menurut dia, majelis hakim yang memutus perkara tersebut tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup memadai.
"Makanya, kami akan kumpulkan buku. Setelah seminggu, akan kami serahkan ke PN Palembang agar mereka memiliki lebih banyak preferensi tentang lingkungan hidup," katanya dalam konferensi persnya di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, pada Rabu, 6 Januari 2016.
Peneliti sektor hukum Auriga, Syahrul Fitra, menyatakan hal yang serupa dengan Aradila. Menurut dia, majelis hakim PN Palembang memahami kasus ini secara sempit. "Hakim mengatakan bahwa negara hanya kehilangan kayu. Hakim juga menelan mentah-mentah keterangan ahli yang dihadirkan tergugat. Padahal, ada kejadian yang luar biasa akibat dari PT BMH ini," tuturnya.
Legal researcher PWYP, Elizabeth Napitupulu, berujar putusan PN Palembang miskin karena tidak banyak melihat referensi dari buku-buku yang ada. "Ketika ada kebakaran, ada ekosistem yang terganggu. Bukan hanya flora dan faunanya, tetapi juga masyarakat. Apakah hakim tidak mempertimbangkan sisi kesehatan dan sisi mata pencaharian masyarakat akibat asap kebakaran?" ujarnya.
Elizabeth juga mengatakan, majelas hakim perkara itu ibarat memakai kacamata kuda. Menurut dia, majelis hakim hanya melihat Peraturan Pemerintah saja tanpa mempertimbangkan Undang-Undang ataupun Undang-Undang Dasar 1945. "Saat banding nanti, KLK harus lebih kaya gugatannya," kata Elizabeth.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggugat PT Bumi Mekar Hijau sebagai pembakar hutan. KLHK menuntut ganti rugi sebesar Rp 2,6 triliun dan meminta dilakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar dengan biaya Rp 5,2 triliun.
Akan tetapi, gugatan itu ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang. Majelis hakim menilai, kehilangan keanekaragaman hayati yang dituduhkan pemerintah tidak dapat dibuktikan. Majelis juga menyatakan lahan yang terbakar masih bisa ditanami dan ditumbuhi kayu akasia berdasarkan hasil uji laboratorium yang diajukan tergugat.
KLHK pun menyatakan akan mengajukan banding dan melakukan eksaminasi atas putusan majelis hakim PN Palembang pada pekan depan. Dalam memori banding itu, KLHK akan menyampaikan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum yang dapat menjerat PT BMH. Sejumlah penegasan fakta juga akan disampaikan di muka persidangan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI