TEMPO.CO, Bandung - Kepala Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vukanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Gede Suantika mengatakan, Gunung Soputan di Sulawesi Utara sudah dua kali meletus sejak statusnya naik menjadi Siaga atau Level III. “Letusan besar dua kali. Sampai saat ini erupsi masih berlangsung,” katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 5 Januari 2016.
Pusat Vulkanologi menaikkan status Gunung Soputan sejak 4 Januari pukul 18.00 WITA dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). “Kemudian kemarin jam 20.53 WITA terjadi letusan, secara visual bisa terlihat ketinggan abunya sampai 2 ribu meter arahnya condong ke tenggara mengikuti tiupan angin,” kata Gede.
Gede mengatakan, letusan kedua terjadi pagi ini pukul 06.38 WITa. Letusan itu menghasilkan kolom abu mencapai 6.500 meter dari puncak Gunung Soputan, atau setara 8.300 meter dari atas permukaan laut. Arah kolom abu masih condong ke tenggara. “Letusan itu di ikuti luncuran awan panas ke arah tenggara juga sejauh 2,5 kilometer.”
Menurut Gede, kedua letusan yang terjadi merupakan letusan magmatik, ditandai dengan pijaran lava merah di puncaknya. Lava yang dihasilkan letusan ituu terlihat meluber dari puncak Gunung Soputan. “Magmatik itu artinya material fresh dari magma yang keluar,” kata dia.
Berbeda dengan letusan freatik yang dihasilkan oleh medan panas yang sampai ke permukaan bersentuhan dengan air di permukaan yang meresap di tubuh gunung yang memicu letusan freatik. “Kalau ini, magmanya yang keluar,” Gede berujar.
Gede mengatakan, hingga saat ini erupsi masih berlangsung. “Masih mengepulkan abu dengan ketinggian maksimum 6.500 meter, kalau sekarang kurang dari itu,” kata dia.
Menurut Gede, bahaya primer atau yang disebabkan langsung letusan gunung itu tidak berdampak pada warga sekitarnya. Lontaran material akibat letusan misalnya, diperkirakan jatuh dalam radius maksimal satu kilometer. Luncuran awan panas juga berjarak 2,5 kilometer, dan volumenya relatif tidak terlalu besar. “Permukiman penduduk terdekat itu 10 kilometer. Gak ada permukiman penduduk yang terdampak bahaya primer.”
AHMAD FIKRI