TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyelesaikan kasus HAM masa lalu. Hal itu disampaikan Jokowi ketika memimpin rapat terbatas soal hukum dan hak asasi manusia. "Kepada Jaksa Agung, saya meminta tuntaskan warisan HAM masa lalu sehingga tidak jadi masalah untuk kita semua," ujarnya di kantor Presiden, Selasa, 5 Januari 2015.
Menurut Jokowi, ada hal yang harus dilakukan dan diputuskan terkait dengan penyelesaian hal tersebut. Jokowi juga meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan untuk memimpin koordinasi hal itu.
Selama ini, pemerintah dinilai lamban dalam menyelesaikan kasus HAM masa lalu. Padahal Komnas HAM telah merekomendasikan delapan kasus pelanggaran HAM berat yang harus ditindaklanjuti. Namun pemerintah lebih condong ingin menyelesaikan kasus HAM dengan jalan rekonsiliasi.
Selain membahas kasus HAM masa lalu, Jokowi berterima kasih kepada Badan Intelijen Negara dan Tentara Nasional Indonesia, yang telah berhasil memboyong Din Minimi. Jokowi memastikan Din akan menerima amnesti. "Kita harapkan bisa berlanjut di Papua dan Poso," tuturnya.
Jokowi mengatakan pemerintah memprioritaskan penggunaan pendekatan lunak dan keras untuk menjaga keamanan, termasuk dalam menghadapi radikalisme dan terorisme, serta menyelesaikan kasus-kasus HAM. "Kita bisa menggunakan pendekatan keamanan, pendekatan hukum yang tegas, tapi kita juga mengedepankan pendekatan dialogis," katnya.
Kemarin, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan penyelesaian kasus hak asasi manusia menjadi salah satu hal yang diutamakan Presiden Jokowi. Model penyelesaian HAM, kata Pram, dilakukan seperti penyelesaian Gerakan Aceh Merdeka, yang sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2005.
Pendekatan halus menjadi pilihan utama Jokowi dalam menyelesaikan konflik HAM. Adapun Keppres tersebut berisi pemberian amnesti umum dan abolisi kepada setiap orang yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka. "Nanti akan diterapkan di berbagai daerah," ujarnya.
Namun, apabila tak bisa dilakukan pendekatan yang halus karena berbeda paham dan ada keinginan mendirikan negara di luar NKRI, kata Pram, pemerintah akan melakukan pendekatan keras.
TIKA PRIMANDARI