TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Yudisial Farid Wadji meminta institusi peradilan memperhatikan aspirasi masyarakat yang sesuai dengan fakta dalam penanganan perkara perusakan lingkungan. Hal ini disampaikan sebagai tanggapan Komisi Yudisial terhadap putusan Pengadilan Negeri Palembang yang justru menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap PT Bumi Mekar Hijau yang membakar lahan di Ogan Komering Ilir.
"Keberpihakan pada alam harusnya wajar dijadikan pegangan," kata Farid saat dihubungi, Selasa, 5 Januari 2016.
Farid mengatakan hakim harus memperhatikan fakta-fakta kerusakan alam yang terjadi di tempat terjadinya perkara. Hakim jangan hanya menggunakan pertimbangan berdasarkan lingkup hukum perdata semata. Hakim justru harus lebih berpihak pada asas hukum lingkungan dalam mengambil putusan.
Toh, Komisi Yudisial sendiri, menurut Farid, belum mengusut dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku terhadap majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan tersebut. Ia mengatakan KY tak memiliki bukti dan catatan persidangan dengan gugatan senilai Rp 7,9 triliun tersebut. Saat ini, KY hanya bersikap pasif dengan menunggu laporan masyarakat. "Yang penting ada diserahkan juga bukti-buktinya," ujar Farid.
Parlas cs menggugurkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dengan dalih menerima hasil uji laboratorium yang diajukan PT Bumi sebagai bukti pembelaan. Dalam uji tersebut, PT Bumi mengklaim tak ada kerusakan lingkungan akibat pembakaran hutan dan lahan di kawasannya. Anak perusahaan Grup Sinar Mas itu mengklaim lahan tersebut masih bisa ditumbuhi pohon akasia.
Majelis menilai tidak ada hubungan sebab-akibat antara kesalahan PT Bumi dan kerugian yang diklaim Kementerian Lingkungan Hidup. Selain itu, gugatan tak memaparkan secara detail bukti waktu dan tempat terjadinya pembakaran. "Itulah fakta yang ditemukan dalam persidangan," tutur Ketua Pengadilan Negeri Palembang Sugeng Riyanto.
PARLIZA HENDRAWAN | FRANSISCO ROSARIANS