TEMPO.CO, Karubaga -Anas Wanimbo, 50 tahun, bergegas menaiki tangga rumah kerabatnya.Wajahnya sumringah meminta Tempo masuk ke dalam rumah bertingkat dua dengan dinding dan lantainya terbuat dari papan. Di dalam rumah beberapa anggota keluarganya sudah menunggunya di ruang dapur pada Jumat, 11 Desember 2015 sore.
Anas terdiam sesaat ketika ditanya mengenai kematian anak angkatnya, Endi Wanimbo, 15 tahun dalam konflik kekerasan di Tolikara pada 17 Juli 2015 pagi. Endi tewas ditembak saat para peserta Kebangkitan dan Kebangunan Rohani internasional yang diadakan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) memprotes penggunaan alat pengeras saat salat Id umat Muslim di halaman Koramil 1702-11 Karubaga, Kabupaten Tolikara.
(Baca juga: Kisah Kerukunan Papua di Warung Bakso Yogya Tolikara)
Protes berujung dengan penembakan ke arah pemrotes. Endi tewas dan 11 orang terluka diterjang peluru tajam. Penembakan terjadi setelah deretan rumah toko (ruko) dibakar yang berimbas pada terbakarnya mushola yang berada di deretan ruko.
Endi, Anas menuturkan, adalah anak kerabat dekatnya yang sudah dianggap sebagai anak kandung. Ia pun menyekolahkannya. Saat penembakan terjadi, Endi duduk di bangku kelas tiga SMP. Orang tua kandung remaja itu tinggal terpisah dengan Endi.
Pada acara KKR, Endi bertugas sebagai penerima tamu. Endi baru selesai mandi dan akan ke tempat acara KKR pada 17 Juli 2015 pagi. Ia kemudian bergegas ke lokasi acara karena mendengar suara ribut. Setiba di dekat kantor Bank Pembangunan Daerah Papua, tubuh Endi diterjang peluru tajam.
(Baca juga: Tempo Susuri Papua, Kisah Aktivis HAM & Ketidakadilan Sosial-Ekonomi )
Anas yang sedang berada di rumah berlari ke arah suara tembakan. “Saat itu kan siang. Ada tembakan-tembakan, kita dengar. Saya di rumah. Begitu ada tembakan, saya turun,” ujarnya. Ia menyaksikan para perawat mengobati orang-orang yang terluka dan memasukkannya ke dalam pesawat . “Saya lihat ada pesawat mau bawa mereka ke Jayapura,” kata Anas.
Endi sempat dilarikan ke rumah sakit di Jayapura. “Dalam pesawat di perjalanan dia sudah hilang (tewas),” ujar Anas. Jenazah Endi dibawa ke Wamena untuk dimakamkan.
Hingga tujuh bulan berlalu, pelaku penembakan belum diketahui pasti. “Siapa penembak orang tua tidak tahu,” kata Anas yang berprofesi sebagai guru sekolah di Karubaga.
Liputan Khusus: Menyusuri Papua
Kepolisian Papua sudah melakukan pemeriksaan terhadap seluruh aparatnya termasuk Kapolres Tolikara Soeroso dan melakukan uji balistik. Namun hasilnya belum dipublikasikan. Adapun Soeroso telah dimutasi ke Polda Papua dengan jabatan baru. “IR BID OPS.ITWASDA POLDA PAPUA,” pesan singkat Soeroso kepada Tempo tanggal 6 Agustus 2015.
( Lihat Video Teluk Tanah Merah, Surga Tersembunyi Kabupaten Jayapura )
Anas tak ambil pusing lagi meski pelaku penembakan masih bebas berkeliaran. Ia pun tak punya harapan kepada pemerintah mengenai keadilan hukum terhadap pencabut nyawa anak angkatnya itu. “Saya dan keluarga semua berharap hanya pada Tuhan. Jadi tidak ada harapan kepada siapapun. Tidak ada. Dengan hati yang murni, hati yang baik, kepada Tuhan,” ujarnya.
(Baca juga: Susuri Papua: Ke Mana Dana untuk Pemilik Ruko di Tolikara?)
Menurut Anas, Endi bekerja untuk Tuhan. Sehingga ia serahkan Endi kepada Tuhan. Ia juga tak punya dendam kepada GIDI maupun pemerintah atas kematian Endi. Sehingga tidak ada niat untuk menggugat kematian anaknya itu.
“Masalah Endi, saya tidak gugat lagi. Dari ujung kaki ke ujung rambut, semua diserahkan kepada Tuhan,” ujar Anas tersenyum.
MARIA RITA