TEMPO.CO, Yogyakarta - Kasus rebutan lahan akses jalan antara pihak sekolah Madrasah Tsanawiyah Muhammadyah Karangkajen Yogyakarta dengan warga perumahan elit Green House menjadi sorotan publik.
Konflik sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2011 lalu atau sejak sekolah hendak membangun gedung baru yang berjarak 100 meter dari gedung lama. Banguna baru ini lebih masuk ke komplek perumahan elit itu dan harus melalui jalan perumahan.
Mediasi pihak sekolah dengan warga perumahan elit yang dilakukan oleh pemerintah kelurahan dan kecamatan terus gagal hingga pemerintah kota turun tangan.
"Dua tokoh Muhammadyah asal Kauman mewakafkan dua tanahnya yang kebetulan berada di tenagh komplek itu, tanah itu sudah lama diwakafkan namun baru dibangun sekolah setelah perumahan berdiri," ujar Camat Mergangsan Tyasning Handayani Shanti kepada Tempo Senin 4 Januari 2016.
Tokoh Muhammadyah yang mewakafkan tanah itu yakni Jindar Tamimy yang merupakan warga Kauman sekaligus mantan sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadyah periode 1962-1965.
Lahan wakaf Jindar ini diberikan melalui istrinya sebelum wafat pada pihak sekolah agar dibangun madrasah. Sebab saat itu para siswa MTs itu masih menempati lahan kurang memadai di Panti Anak Yatik Muhammadyah di Jalan Lowanu atau sekitar satu kilometer dari lokasi perumahan itu.
Hingga pada 2003 keinginan keluarga Jindar membangun sekolah unit I di tanah wakaf itu direalisasikan pengurus Muhammadyah Kota Yogyakarta. Perumahan elit itu sendiri mulai dibangun tahun 1990.
Pemberi tanah wakaf kedua pada sekolah mantan tokoh Muhammadyah pusat periode 1962-1965 juga yang tak lain bekas atasan Jindar saat menjabat sekretaris, yakni Ahmad Badawi. Lahan milik Badawi yang diberikan pada sekolah ini yang kemudian dipersoalkan warga jika dibangun sekolah lagi karena letaknya lebih masuk ke komplek perumahan dan dikhawatirkan mengganggu kenyamanan dan ketenangan warga.