TEMPO.CO, Wamena - Sepanjang perjalanan dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya, menuju Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, ada banyak hutan-hutan asri yang masih rimbun. Sayangnya, mendekati Tolikara, di sana-sini mulai banyak warga yang membalak hutan dan menjual kayunya di pinggir jalan. Satu kubik kayu dijual Rp 5, 2 juta.
Siapa pembeli kayu-kayu ini? Rata-rata warga Wamena dan Tolikara sendiri. Mahalnya harga batako dan semen membuat warga beralih menggunakan kayu untuk membangun rumah dan bangunan lain. Harga satu sak semen memang bisa sampai Rp 1 juta di Papua.
Tempo menyaksikan sendiri bagaimana sopir "taksi" Strada rute Tolikara-Wamena yang ditumpangi Tempo, juga ikut jadi penadah kayu hasil pembalakan liar. Di tengah perjalanan, Nico Hisage, 39 tahun, sopir itu, mendadak berhenti.
“Ibu temani saya ambil kayu dulu di pinggir hutan. Karena cuma ibu sendiri yang kami bawa dari Tolikara, jadi bak belakang bisa bawa kayu,” katanya tiba-tiba. Belum sempat dijawab, Nico sudah menjelaskan, “Saya sudah pesan (kayu ini--) kemarin, jadi tinggal ambil. Kayu ini untuk buat kandang babi di rumah.”
SIMAK:
Mengapa Harga Bahan Kebutuhan Pokok di Papua Amat Mahal?
Tempo Susuri Papua, Kisah Aktivis HAM & Ketidakadilan Sosial-Ekonomi
Waktu ketika itu sudah menunjukkan pukul 17.00. Hujan yang sebelumnya menderu-deru sejak Karubaga, kini sudah reda, meski langit masih mendung. Suara jangkrik hutan mulai ramai terdengar. “Ibu aman, tidak usah khawatir,” kata Nico sambil berteriak memanggil nama pemilik kayu yang berada di dalam hutan.
Sekitar sepuluh menit menunggu, seorang pria tanpa alas kaki berlari lincah meloncati batang kayu yang tergeletak miring di pinggir jalan. “Itu sudah, ambil semua. Ambil juga tumpukan kayu itu untuk kayu bakar, gratis,” kata pria itu tersenyum.
Sekitar satu jam, Nico dan kernetnya mengangkut dan menyusun batangan kayu ke bak belakang mobil taksinya. Mereka lalu melilitnya dengan tali agar tidak jatuh. Kami meninggalkan lokasi ketika matahari sudah terbenam.
MARIA RITA