TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali, Nurdin Halid, tidak setuju dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung yang mendesak untuk kembali mengadakan munas pada tahun ini. Akbar Tandjung menilai, munas harus digelar kembali untuk menyelesaikan dualisme kepengurusan dalam partai berlambang pohon beringin itu.
"Apa dasar hukumnya? Akbar Tandjung hanya membuat pernyataan politik yang bersifat sensasi. Pasti ada agenda tersendiri itu," kata mantan Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tersebut saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 2 Januari 2016.
Menurut Nurdin Halid, sejak terjadi dualisme kepengurusan di dalam tubuh Golkar, Akbar memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri. "Padahal dia sangat aktif dalam Munas Bali. Usulnya agar Dewan Pertimbangan mendapatkan hak suara pun dikabulkan oleh Munas Bali. Itu enggak benar itu sebagai Ketua Dewan Pertimbangan," katanya.
Nurdin Halid pun berujar, sebagai Ketua Dewan Pertimbangan, Akbar seharusnya konsisten untuk mendukung Munas Bali. "Karena Munas Bali sudah sesuai dengan AD/ART. Kenapa sejak ada dualisme dia mengusulkan dibuatnya munas luar biasa? Dasar hukumnya apa munas bersama?" tutur Nurdin yang saat ini tengah menggantikan Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali hingga 9 Januari 2016.
Pekan lalu, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung angkat bicara terkait dengan kisruh dualisme partainya yang tak kunjung usai. Dia pun merekomendasikan agar pengurus Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono segera bersatu untuk menyelenggarakan musyawarah nasional.
Menurut Akbar, satu-satunya langkah yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan dualisme kepengurusan Partai Golkar adalah dengan melaksanakan munas di awal 2016. Dia pun mengatakan, langkah itu harus ditempuh karena periode kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau berakhir pada 2015.
ANGELINA ANJAR SAWITRI