TEMPO.CO, Padang - Ketua Umum Association of the Indonesian Tours and Travel (Asita) Asnawi Bahar mengecam pelarangan perayaan pergantian tahun. Sebab, malam tahun baru merupakan puncak kegiatan kepariwisataan. "Perayaan tahun baru tidak ada kaitannya dengan maksiat," ujar Asnawi kepada Tempo, Rabu, 30 Desember 2015.
Pelarangan pesta malam tahun baru, menurut Asnawi, merupakan kebijakan yang keliru. Pihak-pihak yang melarang mesti mengkaji ulang kebijakan tersebut. Sebab, tahun baru adalah waktu kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik meningkat. Jadi pelarangan itu akan berdampak pada pendapatan masyarakat, pajak, dan retribusi.
Apalagi, ucap Asnawi, jika pemberitahuan pelarangannya terlambat. Wisatawan yang sudah memesan tiket dan booking hotel untuk perayaan tahun baru bakal kecewa. "Seharusnya bukan pelarangan, tapi peningkatan pengawasan," tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah daerah melarang perayaan malam tahun baru. Mereka menutup obyek wisatanya untuk pesta tahun baru dengan alasan menghindari perbuatan maksiat. Daerah yang melakukan pelarangan itu di antaranya Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kabupaten Agam akan menutup semua obyek wisata selama malam tahun baru agar tak ada perayaan di kabupaten tersebut.
"Ya, kami akan menutup semua obyek wisata di kabupaten ini saat malam tahun baru. Ini sudah berlangsung selama tiga tahun," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Agam Hadi Suryadi, Selasa, 29 Desember 2015.
Menurut Hadi, surat edaran sudah disebar ke semua pelaku wisata. Penutupan bakal mulai dilakukan pada pukul 18.00, 31 Desember 2015, hingga 07.00, 1 Januari 2016. Alasannya, ujar Hadi, untuk menghindari perbuatan maksiat di obyek-obyek wisata. Sebab, banyak ditemukan perbuatan-perbuatan tercela dalam perayaan tahun baru.
Pemerintah Jawa Barat juga tak akan menggelar pesta kembang api seperti tahun-tahun sebelumnya. Mereka bakal mengganti pesta kembang api dengan pertunjukan wayang golek dan zikir.
ANDRI EL FARUQI