TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tahun ini menerima peningkatan permohonan perlindungan hingga 50 persen. Tahun ini, LPSK menerima 1.590 permohonan, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1.076 permohonan.
"Permohonan itu beragam, mulai perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, rehabilitasi medis, psikologis, hingga dan psikologikal," ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat jumpa pers di Hotel Ibis Tamarin, Rabu, 30 Desember 2015.
Namun, menurut Abdul Haris, tak semua permohonan tersebut diterima. Permohonan yang diterima sebanyak 1.102 buah, sedangkan yang ditolak 315 buah. Sementara itu, 62 permohonan diberikan rekomendasi, 31 permohonan diberikan santunan, dan 4 permohonan ditunda.
Pertimbangan yang dilakukan LPSK dalam menerima laporan adalah melihat jenis informasi saksi dan ancaman yang diterimanya. "Jangan sampai informasi yang dia punya hanya katanya-katanya. Yang berikutnya adalah apakah ia mendapat ancaman dari statusnya sebagai pelapor atau saksi," tutur Edwin Partogi Pasaribu, Wakil Ketua LPSK Divisi Dewan Permohonan.
Permohonan yang diterima terdiri atas pelanggaran HAM berat dengan 837 orang, korupsi 43 orang, tindak pidana perdagangan orang 49 orang, terorisme 35 orang, kejahatan seksual pada anak 25 orang, dan tindak pidana umum lain 113 orang.
Khusus untuk pemenuhan hak korban kasus terorisme, Abdul Haris mengatakan itu adalah hal baru bagi LPSK. Sejak direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, terjadi perbaikan pelayanan bagi para korban tersebut. "Ini sebuah langkah maju, karena UU yang lama (UU Nomor 31 Tahun 2006) masih sebatas pada bantuan medis dan psikologis dalam pelanggaran HAM berat saja," tuturnya.
EGI ADYATAMA