TEMPO.CO, Yogyakarta - Nova Sofyan Hakim, Ketua Serikat Pekerja Jakarta Internasional Container Terminal (JITC), menyatakan RJ Lino pernah menerima gratifikasi berupa piring emas dari Hutchinson Port Holding. Nilainya sekitar Rp 50 juta.
"Itu sebagai tanda terima kasih, bentuknya piring berlapis emas," kata Nova saat berada di Yogyakarta dalam diskusi Karut Marut Pelindo II, Pelanggaran terhadap Konstitusi, Selasa, 29 Desember 2015.
Pemberian piring hiasan seharga HK$ 28 ribu itu dilakukan di Hutchinson House, Hong Kong. Piring itu diberikan oleh Caning Fok, Managing Direktorat Hutchinson Holding. Pemberian hadiah itu setelah ada perpanjangan kontrak JICT berdasarkan surat izin prinsip Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno tertanggal 9 Juni 2015. Perpanjangan kontrak selama 20 tahun, mulai 2019 hingga 2039.
Menurut Nova, perpanjangan kontrak JICT melanggar Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 82. Dalam undang-undang itu disebutkan, untuk perpanjangan kontrak, JICT mengharuskan ada izin konsesi dari pemerintah.
Nova menilai, potensi kerugian negara mencapai Rp 36 triliun ketika terjadi perpanjangan kontrak tersebut.
"Kami mendesak manajemen agar mencabut segala bentuk intimidasi, termasuk demosi, mutasi, dan ratusan surat peringatan kepada pekerja JICT yang aktif membela kepentingan nasional karena terbukti bahwa perpanjangan kontrak JICT melanggar undang-undang," ujar Nova.
Pengacara RJ Lino, Friedrich Yunadi, membantah tuduhan Ketua Serikat Pekerja JITC Nova bahwa RJ Lino pernah menerima gratifikasi piring emas dari Hutchinson Port Holding. Menurut Friedrich, piring itu hanya replika yang berwarna emas dan berbahan dasar fiber.
Friedrich menambahkan, piring tersebut merupakan kenang-kenangan pertemuan para petinggi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) II dengan Hutchinson Port. "Pak Lino mewakili Pelindo II ketika bertemu dengan petinggi Hutchinson, diberi kenang-kenangan dua piring yang berwarna emas," kata Friedrich lewat pesan singkat, Rabu, 30 Desember 2015.
Menurut Friedrich, dua piring tersebut ada di Kantor Pelindo dan menjadi pajangan seperti kenang-kenangan lain yang biasa ditampilkan.
Sementara itu, peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhip, menyatakan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino, yang sudah diberhentikan sejak 21 Desember, sudah merintis proses perpanjangan Kontrak JICT sejak 27 Juli 2012, tapi ditolak oleh Menteri BUMN dan Menteri Perhubungan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. "Berbeda dengan Menteri BUMN sebelumnya, pada 9 Juni 2015, Rini Soemarno justru mengeluarkan izin prinsip perpanjangan Kontrak JICT," kata Fahmy.
Pada 7 Juli 2015 RJ, Lino secara sepihak memperpanjang kontrak JICT (finalisasi) dengan ketentuan nilai penjualan US$ 215 juta, lebih rendah dibanding harga jual pada 1999 sebesar US$ 245 juta. Komposisi kepemilikan saham tetap Hutchinson mayoritas sebesar 51 persen dan Pelindo II minoritas sebesar 49 persen. Jangka waktu operasi 20 tahun, mulai 2019 hingga 2039.
Menurut Ketua Panitia Khusus Pelindo Dewan Perwakilan Rakyat Rieke Dyah Pitaloka, soal Pelindo bukan hanya masalah pengadaan barang, melainkan bagaimana aset-aset negara diselamatkan. "Kontrak dengan JICT tidak boleh diperpanjang. Justru harus dihentikan," kata Rieke.
MUH SYAIFULLAH | AHMAD FAIZ