TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari kubu Koalisi Merah Putih tak terima mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto akan dijatuhi vonis dalam kasus pelanggaran etika “papa minta saham”. Menurut anggota MKD dari Fraksi Partai Golongan Karya, Ridwan Bae, kasus tersebut telah selesai dan tidak akan ada vonis setelah Novanto mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Ridwan mengatakan kasus itu sudah berhenti dengan dasar hasil keputusan rapat pada 16 Desember lalu. Apalagi, ucap dia, keputusan itu diambil setelah MKD menerima surat pengunduran diri Setya dan dibacakan secara terbuka. "Sangat politis kalau ada vonis," ujarnya ketika dihubungi, Selasa, 29 Desember 2015.
Sebab, ucap dia, vonis diberikan oleh orang-orang partai. Padahal, menurut Ridwan, Golkar sudah mengajukan tim panel untuk memeriksa Setya. Tim panel yang melibatkan ahli merupakan konsekuensi dari sanksi berat MKD. "Kalau berat, putusan lebih adil," tuturnya. "Setya mundur pun sama dengan risiko sanksi sedang."
Rangkaian sidang Setya berhenti saat pembacaan putusan karena politikus Golkar itu mendadak mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Padahal, dalam sidang pada 16 Desember lalu, semua anggota MKD menyatakan Setya melakukan pelanggaran etik karena mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham PT Freeport Indonesia serta pembangkit listrik tenaga air di Urumuka, Papua.
Sepuluh anggota MKD menyatakan Setya melanggar etik kategori sedang dengan konsekuensi mundur dari jabatan Ketua DPR dan tidak boleh menjabat di Alat Kelengkapan Dewan. Sedangkan tujuh lain--tiga di antaranya dari Golkar--menyatakan Setya melakukan pelanggaran etik berat dengan ancaman hukuman dicopot sebagai anggota DPR.
Sebelumnya, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan Setya akan diberikan vonis sedang yang akan dibacakan setelah masa reses. Menurut dia, kasus tersebut belum selesai setelah Ketua MKD membacakan surat pengunduran diri Setya. "Kemarin itu belum final. Kami baru membaca amarnya saja. Kalau putusan, panjang bacanya," ucapnya, Senin lalu.
Anggota MKD dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Supratman Andi Agtas, menyatakan Junimart membuat kegaduhan politik baru dengan rencana pembacaan vonis Setya. "Putusan rapat paling tinggi adalah kasus selesai. Junimart ini ngawur," ujarnya.
Anggota MKD dari Fraksi Partai Demokrat, Darizal Basir, menuturkan Setya perlu diberi vonis. "Agar sanksi melekat kepada Setya dan tidak mengulangi lagi," katanya. Menurut dia, semua kasus yang disidang di MKD wajib ada sanksi. "Buat apa kami sidang lima hari lima malam kalau tanpa putusan?"
HUSSEIN ABRI YUSUF | RIKY FERDIANTO