TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik, Yunarto Wijaya, mengatakan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro masih belum aman dari ancaman reshuffle meskipun penerimaan pajak hingga 25 Desember sudah menembus Rp 1.000 triliun. Menurut dia, ada hal lain yang harus dipertimbangkan, terutama dari sisi penerimaan pajak.
Masalah transparansi kebijakan juga seharusnya menjadi indikator penilaian kinerja menteri. Yunarto menilai Menteri Bambang dan jajaran menteri Kabinet Kerja lainnya tidak transparan dalam rencana strategis yang akan dijalankan.
“Kalau seperti ini kan hanya Presiden yang tahu, kita tidak bisa menilai,” kata Yunarto saat dihubungi Tempo, Senin, 28 Desember 2015.
Sebelumnya, Menteri Bambang mengklaim realisasi penerimaan pajak hingga 25 Desember 2015 mencapai Rp 1.000 triliun. Menurut dia, angka tersebut di atas realisasi penerimaan pajak pada 2014 dan baru pertama kali di Indonesia. Pada 2014, realisasi penerimaan pajak tercatat Rp 982 triliun.
Dengan hasil tersebut, Bambang berharap realisasi penerimaan pajak bisa terus bertambah hingga 31 Desember 2015. Dia mengatakan bank BUMN sudah diinstruksikan untuk tetap membuka layanan pembayaran pajak hingga 31 Desember 2015 pukul 21.00 WIB.
Untuk bisa mencapai minimal 85 persen penerimaan pajak atau sekitar Rp 1.098 triliun, Bambang mengaku sudah menyiapkan berbagai langkah. Menurut dia, ada beberapa sektor yang akan digenjot untuk menambah penerimaan hingga akhir tahun.
Di antaranya melalui revaluasi aset perusahaan BUMN, perbankan, dan perusahaan properti. Langkah lainnya adalah melakukan pendekatan terhadap 50 wajib pajak (WP) besar, pajak dari sektor migas, dan reinventing policy.
MAYA AYU PUSPITASARI