TEMPO.CO, Yogyakarta -Para kusir andong dari paguyuban andong di Kota Yogyakarta mendesak pemerintah mengkaji opsi merombak kembali kawasan Titik Nol Kilometer yang dinilai tak ramah transportasi tradisional.
Sejak proyek yang memakan anggaran Rp 4,6 miliar itu dibuka kembali awal pekan lalu, sejumlah andong tergelincir jatuh ketika melintasi simpang jalan berlapis batuan andesit yang konstruksinya mirip bukit rendah itu.
"Tak hanya dirombak pas jalan turunannya, tapi kalau bisa semua, kami was-was sekali," ujar Lilik Kurniawan, kusir andong dari Paguyuban Kotagede II kepada Tempo Ahad, 27 Desember 2015.
Lilik mencatat, sejak selesai digarap dan mulai dibuka, setidaknya ada lima kusir andong lebih rekannya tergelincir saat melintas simpang itu. Biasanya mereka tergelincir saat hendak mengantar wisatawan menuju keraton dari arah Malioboro. Kuda-kuda itu berjatuhan di depan pos jaga polisi Titik Nol yang turunannya tajam dan licin. Padahal bukan saat turun hujan.
"Tapal besi kuda itu justru ketika bergesekan dengan batu hias jalan saat panas jadi licin sekali, ditambah jalan macet," ujarnya.
Kerugian para andong tak sampai di situ. Kuda-kuda yang tergelincir ada yang luka parah.
"Kalau sudah parah luka kakinya, kuda itu langsung dijual murah untuk dijadikan sate, seekor paling jadi Rp 5 juta, murah sekali," ujar Lilik.
Lilik menuturkan, sejauh ini dari sejumlah kasus kuda terjungkal di kawasan itu, tak sampai melukai wisatawan. "Tapi kami jadi senam jantung kalau sudah lewat situ, terutama pas macet, lengah sedikit pasti kepeleset," ujarnya.
Kusir andong dari Paguyuban Kotagede I Iswanto menuturkan, untuk menghidari celaka di Titik Nol, ia harus benar-benar ekstra ketat mengendalikan kudanya agar tak berlari terlalu cepat juga terlalu lambat. "Yang kami utamakan keselamatan wisatawan," ujarnya.
Petugas kepolisian di Pos Jaga Titik Nol Kilometer Ajun Inspektur Polisi Dua Ngadiyono membenarkan jika sejumlah andong sempat jatuh tergelincir ketika menapaki batuan andesit di simpang pusat kota Yogya itu."Ngga cuma andong, pengemudi becak juga sering kepayahan saat mengangkut penumpang karena kemiringannya tajam," ujar Ngadiyono yang memperkirakan kemiringan simpang itu sekitar 20 derajat.
Meski sudah membawa sejumlah korban, namun pihak kepolisian mengaku belum ada instruksi untuk rekayasan atau himbauan larangan andong melintas. Andong yang membawa penumpang pun sejauh ini tak sampai membuat wisatawan celaka. "Mungkin terlalu jauh kalau mau ke keraton harus memutar dulu," ujarnya.
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral DIY, Muhammad Mansyur menuturkan pihaknya telah mengumpulkan sejumlah instansi terkait untuk membahas kasus Titik Nol yang dinilai kurang ramah transportasi tradisional itu. "Tapi untuk permintaan merombak sulit dan tak mungkin karena proyek sudah selesai," ujarnya.
Mansyur menuturkan yang dikaji saat ini justru dua opsi yakni dari sisi rekayasa lalu lintas bagi transport tradisional itu."Mungkin opsinya bisa meniru di Wonosobo (Jawa Tengah) juga, mengganti tapal kuda dari besi menjadi karet khusus yang beroperasi di Malioboro," ujarnya.
Namun saat ini pemerintah DIY belum bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil untuk menyikapi dampak penataan Titik Nol itu. "Pekan-pekan ini kami evaluasi dan tinjau kawasan itu," ujar Mansyur.
PRIBADI WICAKSONO