TEMPO.CO, Makassar - Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Hidayatullah berjanji mempelajari kembali kasus dugaan korupsi dalam dana bantuan sosial pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
"Kami akan lihat sisi yuridisnya seperti apa," kata Hidayatullah seusai pisah sambut Kepala Kejaksaan Tinggi di kantornya, Senin, 21 Desember 2015. Hidayatullah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat menggantikan Suhardi.
Pejabat baru ini enggan menuturkan lebih spesifik soal kasus tersebut. Dia berdalih belum bisa berkomentar banyak karena harus memperhatikan sejauh mana penanganan kasus itu di era pejabat lama.
Kendati demikian, dia menjamin akan menuntaskan semua kasus yang belum sempat diselesaikan, termasuk kasus bantuan sosial. Menurut bekas Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini kasus apapun yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab kejaksaan untuk menuntaskannya.
Hidayatullah mengatakan setelah resmi bertugas, dirinya akan mengumpulkan seluruh pejabat tinggi untuk kembali mengekspos kasus-kasus korupsi yang ditangani. Dia menyatakan tidak ingin gegabah melimpahkan kasus ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar. "Kalau bukti tidak kuat, bisa bebas nanti terdakwanya," katanya.
Bekas Kepala Kejaksaan Negeri Pinrang ini meminta bantuan semua pihak untuk mendukung kinerja kejaksaan. Dia mengakui selama ini dalam penuntasan kasus korupsi tidak terlepas dari bantuan masyarakat. "Kami minta juga agar diawasi."
Kasus ini mengenai bantuan sosial pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2008 senilai Rp 149 miliar. Berdasarkan temuan BPK, kerugian negara mencapai Rp 8,8 miliar akibat adanya 202 lembaga fiktif. Sedangkan penggunaan dana yang tak jelas pertanggungjawabannya sebesar Rp 26 miliar untuk 692 lembaga.
Kejaksaan telah menyeret enam terdakwa dari pihak eksekutif, legislatif, dan penerima bantuan sosial. Mereka antara lain bekas Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Andi Muallim (divonis 2 tahun bui), bekas bendahara pengeluaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (15 bulan), bekas legislator DPRD Sulawesi Selatan Muhammad Adil Patu (2,5 tahun), bekas legislator DPRD Makassar Mujiburrahman (1 tahun), politikus Partai Golkar Abdul Kahar Gani (1 tahun), dan legislator DPRD Makassar Mustagfir Sabry (bebas).
Kepala Seksi Penyidikan Syahrul Juaksha Subuki menambahkan untuk kasus bantuan sosial ini tim penyidik akan mempelajari salinan putusan hakim para terdakwa bantuan sosial. Menurut dia, pertimbangan hakim yang diambil dari fakta persidangan bisa menjadi bukti baru untuk melanjutkan kasusnya. "Kami menunggu salinan lengkap putusannya dari pengadilan," ujarnya.
Anti-Corruption Committee Sulawesi Selatan meminta Kepala Kejaksaan Tinggi tidak menghentikan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. "Masih banyak pejabat yang terlibat di kasus itu," kata Ketua ACC, Abdul Muttalib.
Dia berharap kejaksaan tidak tebang pilih dalam menangani kasus itu. Menurut Muttalib, di fakta persidangan cukup jelas sejumlah saksi menyebut para politikus mengurus dan menerima dana bantuan sosial. Sehingga bila kasusnya dihentikan, masyarakat akan menyoroti kinerja kejaksaan.
Muttalib menduga kuat banyak intervensi dalam penanganan kasus tersebut. Indikasinya, yang terseret hingga ke pengadilan hanya mereka yang sudah tidak memiliki kekuatan secara politik. "Kejaksaan seharusnya bisa independen."
Pengamat hukum, Kamri Ahmad, mengatakan, menjadi kewajiban kejaksaan untuk menyeret pihak lain bila memang memiliki bukti yang kuat. Kamri berpendapat kejaksaan seharusnya sejak dulu menuntaskan kasusnya. Sebab, bila jaksa mengulangi terus pengusutannya, akan menjadi beban negara, terlebih kerugian negara juga telah dipulihkan. "Kenapa tidak dari dulu dituntaskan?"
AKBAR HADI