TEMPO.CO, Jakarta - Posisi RJ Lino sebagai Direktur Utama Pelindo II dipersoalkan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan opsi pemecatan Lino ditentukan berdasarkan rekomendasi Dewan Komisaris Pelindo II.
Lantas apa kata Komisaris Utama Pelindo II? "Kami tidak akan bicara keluar karena UU Perseroan Terbatas menyatakan komisaris tidak boleh ngomong keluar," kata Komisaris Utama Pelindo II Tumpak Hatorangan Panggabean, Senin, 21 Desember 2015.
Tumpak menutup rapat-rapat sikap Dewan Komisaris terkait dengan penetapan Lino sebagai tersangka. Dia juga tak mau menjawab apakah Dewan Komisaris telah membahas persoalan ini dalam rapat. "Sudah, saya enggak mau ngomong, ya, karena undang-undang bilang enggak boleh," ucap mantan pemimpin KPK ini.
Pernyataan senada diungkapkan anggota Dewan Komisaris Pelindo II, Luky Eko Wuryanto. Luky menuturkan pemberhentian Lino menjadi kewenangan Menteri BUMN setelah lebih dulu meminta pandangan Dewan Komisaris Pelindo II. "Sampai sekarang, belum ada permintaan pandangan dari Menteri BUMN," ujar Luky.
Bila nantinya ada permintaan pandangan, kata Luky, Dewan Komisaris akan menggelar rapat untuk memberikan pandangan terkait dengan persoalan Lino. Meski demikian, Luky mengakui Dewan Komisaris telah berkonsolidasi setelah Lino ditetapkan sebagai tersangka.
Namun Luky enggan mengungkap apa sikap Dewan Komisaris atas persoalan Lino. "Tapi, secara bisnis, penetapan sebagai tersangka ini pasti berpengaruh."
Lino ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan quay container crane (QCC) pada 2010. Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.
AMIRULLAH