TEMPO.CO, Jakarta - Empat hari sebelum melakukan akrobatik pesawat TNI AU jenis T50i, Letnan Kolonel Pnb Marda Sarjono pulang ke rumah orang tuanya di Blok D10/9 Perumahan Kopasus 1 RT 1 RW 11 Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos. Marda pulang meminta izin ibunya, Darumi, untuk melakukan akrobatik pesawat dan tinggal sementara di rumah ibunya.
Ismu Antoro, sepupu korban, mengatakan kebiasaan Marda memang selalu meminta izin kepada ibunya bila ingin melakukan akrobatik pesawat. Bahkan, sebelum peristiwa nahas terjadi, Marda masih sempat mengunjungi orang tuanya. "Dari Madiun datang untuk meminta doa," kata Ismu, Minggu, 20 Desember 2015.
Selain meminta doa, Marda juga izin tinggal di rumah ibunya. Soalnya, Senin pekan ini, Marda mulai ditugaskan di Bandara Halim Perdanakusuma. Bahkan, tempat tinggal Marda sudah disiapkan, bersebelahan dengan rumah ibunya.
Sejak kecil, Ismu mengenal Marda sebagai anak yang kutu buku. Aktivitas Marda saat kecil hanya belajar dan sekolah. Ismu mengatakan Marda sedari kecil sudah ditinggal ayahnya, Ngadino, yang gugur saat bertugas di Timor Timur pada tahun 1979. "Saya mengenal Marda sebagai sosok yang perhatian," ucapnya.
Menurut Ismu, keluarga baru mengetahui bahwa pesawat yang dikemudikan Marda terjatuh dari televisi. Ibu korban pun langsung menuju Madiun, tempat Marda disemayamkan. "Ibunya langsung ke Madiun. Jenazah sampai rumah duka pukul 6 malam," ujarnya.
Selain Marda, Kapten Pnb Dwi Cahyadi juga tewas saat melakukan akrobatik dalam atraksi Gebyar Dirgantara AAU di dekat Pangkalan Adisutjipto Yogyakarta, Minggu pagi. Atraksi Gebyar Dirgantara AAU diadakan di Pangkalan Udara Adisutjipto pada 19-20 Desember 2015.
Acara tersebut menghadirkan 57 pesawat tempur, di antaranya jenis T50i, F16, dan Sukhoi. Selain itu, turut dalam atraksi tersebut pesawat Dinamic Pegasus dan Jupiter Aerobatic Team. Acara dibuka oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, yang ditandai dengan atraksi pesawat Su-30, T50, dan The Jupiter.
IMAM HAMDI