TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo dituntut mengganti sejumlah menteri di Kabinet Kerja atau reshuffle. Perombakan mutlak diperlukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan program pemerintah.
Berdasarkan hasil survei Political Communication Institute, yang dirilis hari ini, Ahad, 20 Desember 2015, 61,8 persen dari 1.200 responden berpendapat bahwa reshuffle perlu dilakukan. "Kapan reshuffle? Sebanyak 33,7 persen meminta pada awal 2016, 31,4 persen di akhir 2016, dan 34,9 persen tidak tahu," kata peneliti senior dari PolcoMM Institute, Afdal Makkuraga Putra, dalam rilis hasil survei di 34 provinsi itu.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, yang turut hadir, reshuffle harus dilakukan karena kegaduhan belakangan ini terjadi terkait dengan kasus pemburu rente. "Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Sudirman Said adalah bagian dari episentrum kegaduhan. Apa yang mereka kerjakan tidak sesuai dengan Nawa Cita. Ini yang akan membawa Nawa Cita menjadi dukacita. Apa yang mau dipertahankan?" katanya.
Masinton menerangkan, hal itu terjadi karena tidak semua menteri dalam Kabinet Kerja memahami konsep Nawa Cita yang diusung Jokowi. "Kalau dia memahami, Menteri ESDM tidak akan bernegosiasi dengan Freeport untuk perpanjangan kontrak. Kalau dia memahami, Menteri BUMN tidak mengizinkan kontrak pengelolaan peti kemas."
Secara politik pun, Masinton berujar, Rini tidak memperoleh dukungan dari DPR. "Penyertaan Modal Negara dalam APBN 2016 ditolak DPR. Seluruh fraksi bulat menolak. Artinya, dukungan politik tidak diraih. Kenapa mesti dipertahankan?" ujanya.
Demikian pula Sudirman. Menurut Masinton, Sudirman sudah kehilangan legitimasi. "Pasti dia akan mengalami hambatan, terlebih yang berkaitan dengan DPR. Bukannya DPR menghakimi, tapi DPR menentang cara-cara perpanjangan kontrak Freeport yang dilakukannya," katanya.
Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan, Fadly Nurzal, menyokong pendapat Masinton. "Saya menilai, kementerian bersama Nawa Cita-nya dan kementerian bersama presidennya itu ibarat satu bantal tapi beda mimpi," tutunya.
Akibatnya, banyak kegaduhan yang luar biasa terjadi, baik di DPR ataupun di pemerintah. "Karena itu, perlu sebuah garis yang tegas, rule yang mengikat, supaya seragam. Saya khawatir, dua-tiga periode ke depan, masyarakat akan jatuh pada ketidakpercayaan terhadap pemerintah," ucapnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI