TEMPO.CO, Denpasar - Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman (Ketua MUDP) Bali, Jero Gede Suwena Putus Upadesha, mengaku jengah atas adanya peristiwa berdarah di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan dan Jalan Teuku Umar, Denpasar, yang menewaskan empat korban jiwa.
“Kalau seperti demikian, terkutuklah kita karena merusak tatanan tanah leluhur,” kata Jero Gede Suwena, saat menghadiri kesepakatan perdamaian dua organisasi masyarakat yang sempat bertikai, Laskar Bali dan Baladika Bali, di Mapolda Bali, Denpasar, Jumat, 18 Desember 2015.
Menurut dia, bentrokan yang terjadi apalagi melibatkan sesama orang Bali hingga menyebabkan hilangnya nyawa. Maka, kata dia, meletehkan (mengotori) kesucian tanah Dewata.
“Di Bali Desa Adat masih tetap eksis dan memiliki hak tradisional. Jadi harus diadakan upacara pecaruan untuk memperbaiki keharmonisan dan keseimbangan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan yang sempat terganggu,” ujarnya.
Ia mengumpamakan peristiwa bentrokan tersebut seperti kelakuan butha kala. Dan, kata dia, peristiwa seperti itu tidak boleh terulang lagi. Ia berharap pihak pemerintah daerah dan jajaran kepolisian mampu bersikap lebih tegas.
“Saya berharap pemerintah daerah harus mengevaluasi kegiatan-kegiatan ormas yang di luar aturan hukum, agama, dan adat. Dan, polisi mampu menegakkan hukum sebaik-baiknya. Peristiwa ini seperti teror yang membuat orang-orang menjadi takut. Inilah sifat butha kala,” tuturnya.
BRAM SETIAWAN