TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti memastikan penangkapan Yulian Paonganan, pemilik akun Twitter @ypaonganan, bukan karena presiden sebagai korban. "Ini tidak menyangkut masalah gambar presiden yang dipakai," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jumat, 18 Desember 2015.
Badrodin mengatakan tindakan yang dilakukan oleh Paonganan murni pelanggaran hukum. Karena itu, dia menegaskan postingan Paonganan di Twitter tentang keterangan gambar Presiden Joko Widodo bersama Artis Nikita Mirzani melanggar undang-undang. Dia mengimbau masyarakat membedakan antara kritik dan fitnah.
Badrodin menilai, tindakan yang dilakukan Paonganan bukan kritik, melainkan bentuk pelanggaran pornografi di muka publik. Sesuai dengan edaran ujaran kebencian yang dikeluarkannya beberapa waktu lalu, kepolisian berhak menangkap Paonganan tanpa menunggu laporan dari masyarakat.
"Ya kalian kira-kira aja, apakah tulisan dalam foto itu wajar? Kalau ahli mengukur itu melanggar undang-undang," katanya kepada wartawan yang mencegatnya selepas salat Jumat. Sebelumnya, Paonganan sempat menulis keterangan dalam fotonya, "#PapaDoyanLo***."
Menurut Badrodin, masyarakat harus belajar memanfaatkan ruang publik agar tidak merugikan orang lain dan melanggar hukum. Paonganan dijerat pasal berlapis Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Paonganan ditangkap oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada Kamis, 17 Desember 2015, di rumahnya, kawasan Pejaten, Jakarta Selatan. Pemimpin Redaksi sebuah tabloid itu diduga memfitnah presiden dengan postingan bernada pornografi sebanyak 200 kali cuitan.
Kepada polisi, Paonganan mengaku menyesal melakukan perbuatannya. Saat ini, dia masih mendekam di balik jeruji tahanan Bareskrim Mabes Polri. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto memastikan Paonganan masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui motifnya.
AVIT HIDAYAT