TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilih lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019 malam ini. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Aradilla Caesar, berharap lima komisioner itu menolak pelemahan KPK lewat revisi Undang-Undang KPK untuk menjaga masa depan komisi antikorupsi itu.
"Mau tidak mau, catatan adanya penolakan nama-nama yang tidak tepat terpilih, mereka harus menolak revisi demi memperkuat KPK," kata Aradilla saat dihubungi, Kamis, 17 Desember 2015.
Menurut Aradilla, nama-nama yang terpilih di DPR merupakan proses politik. Sehingga komisioner yang terjaring nanti pasti ada beberapa yang menjadi kontroversi di publik. "Kita harus memberi rambu-rambu agar mereka bekerja untuk menguatkan KPK."
Aradilla berharap DPR nantinya menjelaskan alasan mereka memilih lima orang tersebut. Sebab, kesepuluh calon yang ada saat ini tak ada ukuran atau peringkat mana yang terbaik.
Aradilla juga menyesalkan calon pimpinan periode ini mayoritas program utamanya pencegahan daripada penindakan. "Publik berharap KPK menangkap aktor-aktor korupsi yang elite, menyelesaikan tunggakan kasus," ujar anggota Divisi Monitoring dan Hukum ICW itu. Meski dominan, kata dia, pencegahan bisa membawa implikasi penindakan korupsi.
Selain menuntaskan kasus megabesar, menurut Aradilla, publik ingin lima pimpinan periode mendatang memperjuangkan nasib penyidik Novel Baswedan.
Novel terjerat kasus dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet saat menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu pada 2004 lalu.
"Mereka harus menghentikan laju kriminalisasi, terutama untuk Novel," ujar Aradilla. Saat di KPK, kelima orang tersebut harus melepaskan identitas mereka sebelumnya, baik dari kepolisian, intelijen, akademisi, auditor, ataupun lainnya.
LINDA TRIANITA