TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mempertimbangkan tidak akan mengucurkan dana tunai kepada pemerintah daerah untuk mengeksekusi program. Opsi ini dipilih karena banyak pemerintah daerah hanya mengendapkan anggaran.
"Duitnya ditaruh di APBD atau bank di daerah. Kenapa disimpan? Kalau begini, tidak usah ditransfer uang saja. Jadi tahun depan kemungkinan tidak akan kita transfer, memang belum saya putuskan," kata Jokowi saat memberikan pidato dalam Musyawarah Nasional DPRD tingkat kabupaten di Gedung Annex, Jakarta, 17 Desember 2015.
Presiden kecewa karena pemerintah pusat sudah bersusah payah mencarikan anggaran untuk pemerintah daerah melalui penerimaan pajak. Namun, ketika sudah dialokasikan ke daerah, hanya diendapkan. Padahal, kata Jokowi, jika dibelanjakan, akan menumbuhkan ekonomi. "Kita di sini pontang-panting dari penerimaan pajak. Sampai ke daerah, malah disimpan," ujarnya.
Mekanisme yang dipilih Jokowi jika tidak mentransfer uang ke daerah adalah penerbitan surat utang. Surat utang akan dikucurkan jika program sudah dieksekusi. "Yang akan kita berikan adalah surat utang. Yang akan digunakan untuk program, itu yang akan ditransfer," tuturnya. Jokowi mencontohkan pemerintah pusat memberikan surat utang sebesar Rp 150 miliar. Dana itu tidak bisa langsung diambil seluruhnya. "Kalau hanya butuh 50, yang kita berikan 50. Sisanya 150 masih dalam bentuk surat utang."
Jokowi meminta para anggota DPRD pada tingkat kabupaten untuk mengawasi dan mengawal penggunaan anggaran para kepala daerah. Ia meminta para anggota DPRD mengejar para kepala dinas jika serapan masih kurang. "Ingatkan duit agar tidak disimpan di daerah. Kejar dinas-dinas agar menggunakan dana itu," ucapnya.
ANANDA TERESIA