TEMPO.CO, Banda Aceh - Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang Aceh mengkritik program dokter internship. Kritik bemunculan berkaitan dengan meninggalnya seorang dokter muda asal Aceh, Afrianda Naufan, di wilayah terpencil, Maluku.
Ketua PDUI Aceh dr Rais Husni Mubarak menuntut pemerintah dapat mengevaluasi secara menyeluruh program dokter internship. “Karena tidak jelas siapa penanggung jawabnya,” katanya kepada Tempo, Rabu, 16 Desember 2015.
Menurutnya, sebagian dokter internship tidak mempunyai pendamping yang jelas. Harusnya mereka berpraktek di wahana (lokasi penempatannya) dan ada dokter pembimbing. Tetapi kenyataannya, di beberapa daerah, mereka kemudian disebar ke puskesmas-puskesmas terpencil yang kekurangan dokter, bahkan tanpa pendamping.
Kontrak dokter internship selama ini wadahnya banyak, ada Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), asosiasi rumah sakit, pemerintah daerah, dan lainnya. “Kalau ada kejadian seperti ini siapa yang bertanggung jawab. Tidak jelas,” kata dr Rais yang juga Sekretaris IDI Aceh itu.
Dalam menjalankan tugas pendidikannya, dokter internship juga tidak mendapat fasilitas yang memadai serta gaji pas-pasan. Dokter tersebut dinilai sedang dalam pendidikan atau magang.
Selanjutnya, dr Rais juga meminta pemerintah mengevaluasi pendidikan kedokteran di universitas. “Harusnya universitas mengeluarkan dokter yang sudah jadi. Kalau dokter yang lulus selama ini belum 100 persen jadi, masih harus belajar.”
“Ketua IDI yang baru terpilih juga sudah menegaskan untuk meminta pemerintah agar evaluasi program internship. Sudah disampaikan dalam rapat-rapat,” ujar dr Rais.
ADI WARSIDI