TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Wakil Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi, mengatakan diperlukan pembenahan komunikasi di KPK. Menurut dia, masalah komunikasi kerap menjadi masalah utama saat komisi antirasuah itu bersitegang di Kepolisian Republik Indonesia.
"Dari hasil analisis saya, perlu ada cara berkomunikasi yang baru di KPK. Komunikasi ini tak hanya verbal, tapi juga komunikasi secara kelembagaan," kata Johan Budi saat memaparkan visi-misi dalam uji kepatutan dan kelayakan calon pemimpin KPK di ruang rapat Komisi Hukum, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 14 Desember 2015.
Menurut Johan, gara-gara kegagalan komunikasi, KPK sempat stagnan. "Koordinasi dan supervisi harus diarahkan pada tujuan yang sama. Jadi tidak ada perasaan yang muncul dari instansi lain, baik itu dari Kejaksaan maupun Kepolisian bahwa KPK lebih baik dari lembaga lain," kata Johan.
Selain terkait dengan komunikasi, Johan juga mencoba menafsirkan ulang peran KPK sebagai lembaga yang melakukan penindakan dan pencegahan korupsi. "Penindakan harus bisa mengembalikan uang negara. Pencegahan tentang bagaimana membangun sistem yang menutup lubang-lubang korupsi. Kedua, tentang bagaimana membangun manusianya," katanya.
Selain itu, Johan juga menyatakan penolakannya terhadap revisi Undang-Undang KPK jika niatnya untuk melemahkan secara lembaga. Menurut Johan, dari draf revisi yang dia baca sejauh ini, ada upaya pelemahan KPK. "Kalau benar isi drafnya, maka saya tidak setuju," ujar Johan.
Johan merupakan calon pemimpin KPK ketiga yang menjalani tes kepatutan dan kelayakan di DPR hari ini. Sebelumnya, Direktur pada Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi KPK Sujanarko serta Hakim Ad Hoc Tipikor Jakarta Pusat Alexander Marwata menjalani tes yang sama. DPR akan memutuskan lima pemimpin terpilih pada Rabu, 16 Desember 2015.
EGI ADYATAMA