TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perempuan melakukan analisis terhadap sembilan media cetak yang terbit dari Januari sampai Juni 2015. Hasilnya, sebanyak sembilan media yang dianalisis diduga melanggar kode etik jurnalistik yang berhubungan dengan kekerasan seksual terhadap perempuan.
"Temuan ini lebih pada rapor untuk media yang diduga melanggar kode etik jurnalistik, yang berhubungan dengan kekerasan terhadap perempuan," ujar Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, Mariane Amirudin, di Kantor Komnas Perempuan, Senin, 14 Desember 2015.
Ia mengatakan banyak hasil analisis yang disajikan dalam bentuk diagram. "Dalam sebuah media, ada berapa berita tentang kekerasan seksual dan kami beri pemilahannya, diksinya bagaimana, kandungan informasinya bagaimana," katanya.
Menurutnya, pemakaian kata dalam jurnalistik harus bisa menunjukkan kesadaran utuh bagaimana melindungi korban dan dampaknya untuk korban. "Misal pakai nama palsu, bukan dengan inisial atau nama aslinya," ujarnya.
Dalam laporan hasil analisis tersebut, Komnas Perempuan mendapati empat media memiliki persentase pemberitaan kekerasan seksual di atas 20 persen. Pos Kota (30,13 persen), Koran Tempo (22,89 persen), Jakarta Post (21,73 persen), Indopos (21,14 persen).
Selebihnya berada di bawah 20 persen, seperti Jakarta Globe (18 persen), Koran Sindo (16,88 persen), Media Indonesia (9,85 persen), Kompas (9,3 persen), dan Republika (6,1 persen).
Mariane mengatakan persentase berita tersebut dibagi menjadi dua segmen berupa persentase penulisan kode etik yang meliputi pengungkapan identitas korban, campuran fakta dan opini, pengungkapan identitas pelaku anak, dan kandungan informasi yang bersifat cabul.
Selain itu, kata dia, ada segmen pemenuhan hak korban yang meliputi pengungkapan identitas korban, stigmatisasi korban sebagai pemicu kekerasan, pengukuhan stereotip korban, penghakiman korban, dan penggunaan diksi yang bias.
"Kami sedang mengevaluasi ke dalam, termasuk evaluasi mengenai metodologi. Karena itu, kami mengajak AJI dan Dewan Pers untuk bekerja sama," kata Mariane.
Menurut dia, media penting karena juga menjadi agen mengkampanyekan perlindungan terhadap perempuan. "Tapi penting juga membuat berita berperspektif korban," katanya.
ARKHELAUS W